JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan dianggap tidak bertaji. Sebab, Komnas HAM merekomendasikan agar pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) dilakukan dan diawasi Kapolri. Sedangkan presiden hanya memastikan pembentukan TGPF tersebut.
Selain kepada Polri dan Presiden, rekomendasi itu juga ditujukan kepada KPK. Komisi antirasuah tersebut diminta menempuh langkah hukum dengan konstruksi obstruction of justice atau menghalangi penyelidikan.
Ketua Tim Pemantau Komnas HAM untuk kasus Novel, Sandrayati Moniaga menuturkan, bahwa kewenangan penyelidikan dan penyidikan ada pada Polri. Itulah salah satu alasan kenapa pihaknya memberikan rekomendasi kepada kepolisian untuk membentuk TGPF. Dia masih yakin polisi bisa menyelesaikan kasus yang belum terpecahkan selama 619 hari itu. Yang perlu dilakukan hanya penguatan.
“Kalau (TGPF, red) dibentuk oleh Presiden dan tidak ditindaklanjuti oleh Polri, ya tidak ada gunanya,” kata Sandrayati di kantor Komnas HAM, Sabtu (21/12).
Komisioner Komnas HAM tersebut menyampaikan, setiap kepala lembaga negara bisa membentuk TGPF. Karena itu, pihaknya merekomendasikan pembentukan tim tersebut kepada Kapolri. “Pertama, karena (kasus Novel Baswedan, red) ini pro-justitia,” ungkap Sandra kepada Jawa Pos (JPG). Alasan berikutnya, Presiden bisa tetap mengawasi TGPF sesuai rekomendasi tim.
Namun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tetap memberikan perhatian terhadap Novel Baswedan. Mereka kini menawarkan perlindungan bagi penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Tawaran itu kembali disampaikan LPSK mengingat lambatnya penanganan kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel. LPSK menilai Novel sebagai korban penganiayaan berat yang berhak mendapat perlindungan. “Dulu saat pertama (teror air keras, red) terjadi, saya pribadi langsung kontak beliau (Novel, red), tapi beliau menjawab nanti dulu,” paparnya kepada Jawa Pos kemarin (22/12).
Lili mengakui, kasus Novel mendapat perhatian publik yang begitu besar. Dia juga sepakat bila Novel disebut sebagai korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sekumpulan orang ‘’kuat’’. Namun, kapasitas LPSK hanya sebatas menawarkan perlindungan. Tidak bisa memaksa korban untuk dilindungi.
“Perlindungan sifatnya sukarela, jadi walau setiap orang sudah ditawarkan, jika menolak, LPSK tak boleh memaksa,” ucap dia.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap dalam keterangan resminya, tidak sependapat jika pembentukan TGPF dilakukan Kapolri. Dia juga tidak setuju jika TGPF berada di bawah Kapolri. Seharusnya, menurut dia, TGPF dibentuk Presiden. “TGPF juga harus bersifat independen serta bertanggung jawab langsung dan hanya kepada Presiden RI,” jelas Yudi.