Informasi awal yang diperoleh penyidik, sel mewah tersebut memang menjadi lahan basah bagi pejabat lapas. Terutama bagi Wahid yang baru empat bulan lalu menjadi kalapas Sukamiskin. Tarifnya pun cukup fantastis. Yakni berkisar Rp200 juta sampai Rp500 juta per kamar. ”Untuk tarif sedang kami teliti lagi berapa seseorang itu membayar,” kata Laode.
Selain mengungkap fakta itu, tim KPK juga menemukan fakta lain yang tidak kalah menarik. Yaitu, ketika KPK menyambangi sel Charles Jones Mesang (mantan anggota DPR), Fuad Amin Imron (mantan Bupati Bangkalan), dan adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ketiga napi itu tidak berada di dalam sel saat disambangi.
”Karena tidak menemukan keberadaan terpidana itu, tim kemudian menyegel sel tersebut,” imbuh Laode. Dari OTT itu, total uang yang dibawa ke Jakarta adalah sebesar Rp279,92 juta dan 1.410 dolar AS. Dua unit mobil bersama dokumen pembeliannya juga diboyong. ”Diduga pemberian dari FD (Fahmi) itu terkait fasilitas sel dan kemudahan keluar masuk tahanan,” terangnya.
Lantas bagaimana nasib Inneke? KPK kemarin hanya memeriksa istri Fahmi sebagai saksi. Inneke turut diamankan di kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat pukul 01.00 dini hari kemarin. Awalnya, Inneke diduga sebagai perantara pemberian suap tersebut. ”Nanti akan di update lagi oleh Febri (juru bicara KPK) ya,” jelas Laode.
Apakah KPK juga akan menelusuri keterlibatan terpidana korupsi lain dalam praktik ilegal pemberian fasilitas dan izin luar biasa keluar lapas itu? Laode mengatakan hal itu memang menjadi materi penyidikan tersebut. Keberadaan Fuad Amin, Wawan dan Charles yang misterius juga akan didalami. ”Kami akan melakukan pendalaman lebih lanjut,” ungkap dia.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menambahkan, Fahmi dan Andri dikenakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedang penerima disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Khusus Fahmi, KPK bakal menguatkan pembuktian agar hukumannya diperberat. Sebab, Fahmi yang merupakan Dirut PT Merial Esa sebelumnya juga terlibat kasus korupsi pada 2017 lalu. Dia divonis penjara 2 tahun 8 bulan dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara suap proyek pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Saut menambahkan, pihaknya juga menemukan dugaan penyalahgunaan fasilitas berobat napi. Karena itu, dia mengingatkan agar pihak rumah sakit, dokter atau tenaga kesehatan tetap menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan profesi yang berkaitan dengan napi korupsi. ”Jika ada Informasi napi yang menyalahgunakan fasilitas itu kami imbau segera melaporkan pada KPK.”
Dia juga menyesalkan sistem pemasyarakatan yang belum maksimal. Praktik suap itu, kata dia, sangat merusak cita-cita pemberantasan korupsi.
”Kami sulit bicara tentang efek jera dalam menangani korupsi, jika para narapidana kasus korupsi mendapat fasilitas yang berlebihan di sel mereka dan dapat keluar masuk tahanan dengan cara membayar sejumlah uang,” kritiknya.(tyo/jpg)