“Kalau uang (korupsi otsus) ke sana (event maraton Aceh) berarti ada konflik kepentingan di sana. Tapi apakah itu terkait orang ketiga atau perempuan kami tidak bisa berkomentar,” papar Mahmudin. Terkait adanya dugaan uang Irwandi yang mengalir ke event tersebut, Steffy belum mau berkomentar ketika dikonfirmasi JPG melalui media sosial Instagram, kemarin.
Kedekatan Steffy dengan Irwandi memang menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Aceh. Selain karena kerap kepergok berdua, kedekatan itu beberapa kali diperlihatkan Steffy lewat akun Instagram-nya. Misal, saat terjadi OTT di Aceh, Steffy langsung menulis status di Instagram Story. “Yang pasti, kita doain Pak Gubernur (Irwandi) selamat dari tuduhan2an yang tidak benar, AMIN YRA,” tulis Steffy dalam Instagram-nya.
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sudah mendengar informasi soal pembelian medali untuk event maraton tersebut. Namun, pihaknya belum bisa melangkah lebih jauh. Sebab, pemanggilan saksi akan disesuaikan dengan keperluan penyidikan. Termasuk Steffy. “Yang jelas (pemanggilan Steffy) terkait dengan perkara ya,” tuturnya.
Febri menambahkan, pihaknya terus berupaya mengupas lapis demi lapis indikasi suap DOKA tersebut. Kemarin, penyidik telah mengidentifikasi penggunaan kode “1 meter” terkait dengan transaksi yang terjadi. “Dugaan fee 10 persen dari alokasi dana DOKA terus kami dalami, diduga 8 persen untuk sejumlah pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di kabupaten,” terangnya.
Sementara itu, Irwandi usai diperiksa KPK dini hari kemarin membantah semua sangkaan penyidik. Mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya meminta uang kepada Ahmadi. Dia pun mengaku tidak tahu soal uang Rp1,5 miliar yang dituduhkan KPK sebagai uang komitmen DOKA dari Ahmadi.
“Saya nggak tahu, karena mereka (ajudan dan Ahmadi) nggak lapor ke saya, dan nggak pernah komunikasi dengan saya, lalu saya nggak terima uang,” ungkapnya saat hendak masuk mobil tahanan KPK dini hari kemarin. Irwandi pun menyatakan dirinya tidak melanggar apa pun. “Nggak mengatur fee, nggak mengatur proyek, nggak ada janji memberikan sesuatu, tidak pernah saya minta apapun,” imbuh dia.
Terkait lemahnya pengawasan inspektorat daerah sehingga masih saja ada kepala daerah yang terjerat KPK, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan pihaknya tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi antikorupsi.
“Pak Menteri selalu menyampaikan area rawan korupsi. Di berbagai forum sudah disampaikan,” kata dia. Tapi, masih ada saja kepala daerah yang tertangkap KPK.
Menurut dia, yang salah bukan sistem pemerintahan daerah, tapi kembali ke individu masing-masing. “Itu masalah mentalitas dan integritas,” ucap dia.
Sebaik apa pun sistem yang dibuat, jika mentalnya korup, maka akan tetap melakukan tindak pidana korupsi. Seluruh kepala daerah sudah mengetahui area rawan korupsi. Jadi, tidak ada alasan mereka tidak mengetahui aturan tersebut. Sekarang, lanjut dia, pihaknya mengembalikan kepada masing-masing kepala daerah. Kemendagri selalu mengajak mereka menghindari tindak kejahatan yang merugikan masyarakat itu.
Selain gencar melakukan sosialisasi, lanjut Bahtiar, kementeriannya juga melakukan penguatan terhadap aparat pengawas internal pemerintah (APIP) atau inspektorat. Ada usulan pengawasan dilakukan secara vertikal. Jadi, inspektorat daerah langsung di bawah Kemendagri.
Namun, ungkap dia, rencana itu belum bisa terlaksana, karena Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) juga belum menyepakatinya. Jika inspektorat langsung di bawah kemendagri, maka harus mengubah Undang-Undang Pemerintah Daerah.(tyo/lum/far/jpg)