JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polemik berkepanjangan di internal Komisi Pemberantasan Kourpsi terjadi seiringa adanya perseteruan antara Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman dengan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Itu karena Aris Budiman melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya atas dasar pencemaran nama baik. Penyebabnya, Novel mengirimkan surat elektronik kepada Aris Budiman yang berisi keberatannya atas mekanisme pengangkatan penyidik dari Kepolisian RI yang dianggap tidak sesuai dengan aturan internal KPK.
Novel Baswedan diketahui disangkakan dengan pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Definisi pencemaran nama baik itu selalu mengacu pada pasal 310 KUHP, sekalipun pasal 27 ayat 3 tetap juga mengacu pada 310 KUHP," ujar Abdul Fickhar Hadjar, pengamat hukum pidana, kepada JawaPos.com di Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Menurutnya, Pasal 310 KUHP terdapat dua unsur, yakni A. Menyerang kehormatan atau nama baik dan B. Dengan maksud diketahui umum. Menurut Fickhar, apabila maksud kiriman email keberatan Novel hanya ditujukan kepada Aris Budiman yang tidak memenuhi unsur dengan maksud demi ketahui umum.
"Dengan demikian justru yang melakukan pencemaran nama baik adalah Aris Budiman sendiri," sebutnya.
Oleh sebab itu, sambungnya. pihak kepolisian yang menangani pelaporan Aris terhadap Novel dapat melihat fakta hukumnya secara teliti, dengan mendudukan masalahnya bahwa berkirim surat melalui email tentang keberatan terhadap atasan yang sedang terjadi di KPK, itu merupakan mekanisme yang terjadi di internal KPK.
"Apalagi, menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Aris Budiman selain sudah dilarang KPK juga tidak mendapat persetujuan dari untuk datang ke Pansus KPK. Di mana kemudian surat email itu dilayangkan dan diumumkan oleh Aris (di depan Pansus). Jadi, yang terjadi adalah mencemarkan diri sendiri," jelasnya.