JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Setelah gagal menerapkan aturan mantan narapidana korupsi dilarang mencalonkan diri di Pileg 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali mengusulkan aturan tersebut diterapkan di Pilkada 2020. Artinya, eks koruptor dilarang menjadi calon kepala daerah. Kebijakan ini rencananya akan dimasukkan dalam PKPU.
Hanya saja, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian belum mau mengambil sikap atas usulan tersebut. Dia ingin terlebih dahulu mendengar aspirasi rakyat sebelum menentukan sikap.
“Saya sebagai Mendagri tidak mau mengambil sikap dahulu. Saya lebih mengutamakan mendengar aspirasi publik. Publik mau mengambil prinsip pembalasan atau koreksi,” kata Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Rabu (6/11).
Tito menjelaskan, ada dua prinsip seseorang dijatuhi hukuman pidana. Pertama yakni pembalasan. Prinsip ini populer pada masa lalu. Prinsip ini bekerja bagi seseorang yang melakukan kejahatan harus dibalas perbuatannya dengan cara dibuat susah lewat penjara.
Seiring perkembangan zaman, prinsip tersebut berubah. Seseorang yang berbuat kejahatan dihakimi atas dasar perbuatannya. Karena perbuatannya itu yang dianggap menyimpang. Berdasar itu ada rehabilitasi kepada orang tersebut agar tidak lagi berbuat jahat.
“Prinsip untuk mengoreksi atau merehabilitasinya, maka kita lihat di beberapa negara demokrasi namanya bukan prison, tapi correction,” imbuh Tito.
Oleh karena itu, Tito terlebih dahulu ingin menyerap prinsip mana yang diharapkan oleh rakyat. Jika prinsip pembalasan, maka hak politik mantan koruptor dicabut, atau prinsip rehabilitasi maka mantan koruptor diberikan kesempatan untuk dipilih rakyat.
“Kalau dia (mantan koruptor) sudah dianggap baik, dikoreksi, sudah direhab, sudah menjadi baik lagi, kenapa nggak dikasih kesempatan untuk memperbaiki diri dan mengabdikan dirinya kepada rakyat,” pungkas Tito.
Editor : Deslina
Sumber: jawapos.com