Bak soal ujian yang susah dijawab, hingga kini Pemerintah Kota Pekanbaru belum menemukan solusi tuntas dari persoalan sampah. PR yang ditinggalkan Wali Kota sebelumnya belum tampak ada jalan keluar konkret. Akhirnya sebagian masyarakat mencari solusi sendiri. Mereka menggunakan cara sendiri daripada menunggu solusi Pemko yang tak pasti.
Laporan: SITI AZURA (Pekanbaru)
Sampah kota terus saja menumpuk di titik-titik yang terbentang di depan mata. Misalnya di Pasar Pagi Arengka. Tepatnya di bawah flyover menuju Jalan HR Soebrantas. Titik itu jadi tong sampah raksasa yang hari-hari ini menampung berton-ton sampah domestik. Daya tampung tempat penampungan sementara (TPS) dengan jumlah sampah yang dibuang di sana tak sebanding. Ditambah lagi soal pengangkutan yang sering terlambat. Hasilnya, sebuah pemandangan gunungan sampah dengan aroma yang menyengat.
Hal itu membuat pedagang dan warga yang lewat terpaksa terbiasa dengan situasi tersebut. Salah seorang warga yang kerap melintas di jalan tersebut, Dony mengaku sudah lelah mengeluh soal sampah. Ia cenderung pasrah dan berusaha berdamai dengan kondisi tersebut.
"Sebetulnya cukup terganggu. Bukan cuma baunya ya, tapi cecerannya kan sudah hampir ke badan jalan juga. Tapi ya mau mengeluh juga tak tahu ke mana," ujar warga Arengka ini.
Menurutnya, urusan sampah ini adalah soalan klasik yang harusnya bisa ditangani pemerintah.
‘’Kuncinya di pemerintah. Kalau rutin diangkut, tegas menindak yang buang sampah sembarangan, harusnya bisa bersih kota ini," terang pemilik usaha makanan ini.
Di titik lain, seperti Jalan Air Hitam, Pasar Cik Puan dan lainnya juga sering terjadi pembiaran tumpukan sampah. Jika sudah viral, barulah ada sedikit perubahan.
Hal yang sama nyatanya juga terjadi di titik-titik lain sampai ke permukiman-permukiman warga. Sampah domestik yang harusnya rutin diangkut sering tertunda karena ketidaksiapan pemerintah dalam mencari solusi. Wajar jika akhirnya warga berusaha mandiri dengan melakukan pengangkutan sampah sendiri. Seperti yang terjadi di RT 10 RW 03 Kompleks Asta Gardenia, Kelurahan Air Putih Kecamatan Tampan. Warga di sini berinisiatif mengangkut sampah mandiri. Tiap rumah yang ingin diangkut sampahnya, dikutip iuran sekitar Rp15 ribu per bulan. Tak ada warga yang keberatan karena tak ada paksaan. Justru warga mengaku terbantu dan bersyukur atas adanya solusi mandiri tersebut.
Hal ini diakui oleh warga setempat yang bernama Septia (34) Menurutnya, iuran yang dikeluarkan bukanlah angka yang besar mengingat kemudahan yang didapat.
"Bayar segitu, tapi sampah kita aman. Diangkut rutin 2 kali sepekan," ujarnya.
Ia pun tak tahu harus membuang sampah ke mana jika tak ikut alternatif pengangkutan sampah yang ada di wilayahnya tersebut.
‘’Kalaupun mau buang sendiri juga nggak tahu di mana. Yang paling dekat di Air Hitam. Tapi, nggak mungkin juga saya buang di sana karena sudah terlalu melimpah," ujar karyawan swasta ini.
Menurutnya, kemandirian pengangkutan sampah tersebut adalah gambaran dari kegagalan Pemko Pekanbaru dalam mengurus sampah di permukiman. Ia pun tak terlalu berharap ada kebijakan dari Pemko soal pengangkutan sampah mengingat apa yang sudah dilakukan warga saat ini sudah cukup menjawab keresahannya.
"Syukur-syukur kalau warga di tempat lain juga seperti kami. Kalau mereka hanya mengharapkan Pemko bagaimana? Karena itu Pemko tetap harus memikirkan solusi jangka panjangnya," harapnya.