Toleransi yang terbangun karena hubungan kekerabatan (perkawinan campuran) ini membuat antarpemeluk agama di Sabu memiliki ikatan yang kuat. Hingga saat ini, tidak pernah terjadi konflik yang berlatar agama. Itu diakui juga oleh Muhammad Yasin. Banyak keturunan Ahmad Al Boneh yang menikah dengan penduduk asli, sehingga di keluarga besar mereka juga ada yang beragama Islam maupun Protestan.
Namun, karena jumlah muslim yang tak sampai 1 persen dari jumlah populasi Sabu Raijua sebesar 91.500 jiwa tersebut, sebagai minoritas, umat Islam berusaha memahami jika dalam suasana Ramadan pun mereka tak mendapat perlakuan istimewa. Misalnya, hampir semua rumah makan dan warung minum maupun kantin-kantin di sekolah-sekolah dan perkantoran, buka seperti biasa. Libur menjelang Ramadan untuk sekolah pun tak berlaku di sini.
"Ini sebuah konsekuensi sebagai minoritas. Kami bisa memahami hal ini," kata Ramly Ika.
Perlakuan agak "istimewa" didapat para ANS di Pemkab Sabu Raijua saat Ramadan. Mereka yang muslim dapat dispensasi masuk kantor pukul 09.00 Wita sementara yang beragama lain masuk seperti biasa.
"Dispensasi ini menurut saya sudah lumayanlah," ujar Ramly Ika sambil tersenyum.
***
RAMLY Ika lahir di Kepulauan Alor, 16 Oktober 1965. Namun penampilannya yang style tak memperlihatkan kalau usianya sudah mencapai kepala 5. Dia menyelesaikan pendidikan SD hingga SMP di Alor, sebelum pindah ke Kupang untuk menyelesaikan SMA-nya. Setelah lulus SMA, Ramly kuliah di Universitas Katolik Widya Maadira (Unwira) di Kupang dan lulus tahun 1992. Meskipun itu sekolah Katolik yang berbeda dengan keyakinannya sebagai muslim, tetapi Ramly menjalaninya dengan baik.
Tahun 1994 Ramly diterima sebagai PNS di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kupang. Setelah itu dia dipindah ke Badan Perpustakaan dan Arsip. Tahun 2009, ketika Sabu Raijua berpisah dari Kabupaten Kupang menjadi kabupaten sendiri, Ramly kemudian memilih pindah ke kampung istrinya itu. Di sana dia mengawali sebagai Sekretaris Dewan (Sekwan) di DPRD Sabu Raijua. Sejak 2012, Ramly dipindahkan sebagai Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan hingga kini (2019).
Sebagai Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan, bersama jajarannya dia mencoba melakukan berbagai cara untuk membantu menaikkan minat baca masyarakat. Namun itu ternyata menjadi pekerjaan paling berat. Sangat sulit mengajak masyarakat datang ke perpustakaan untuk membaca. Masyarakat Sabu Raijua yang secara ekonomi memang masih lemah, lebih mengutamakan mencari uang untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya sehingga tak memikirkan soal literasi, mencari tambahan ilmu pengetahuan, dan yang lainnya.