Tabah Turangga didirikan oleh Yulius bersama beberapa rekan dan saudara-saudaranya tahun 2017. Mereka antara lain Yulius Wolo Lomi, Logenes Wolo Lomi, Pelipus Libu Heo, Edison Kabelen (seorang polisi yang pernah tinggal di Raijua dan punya pikiran yang sama dengan Yulius dkk agar anak mendapat ruang dan buku untuk dibaca), Linda Nadji Keli, dan istri Yulius sendiri, Yorli Ch Frans.
Yulius yang tinggal di Pulau Sabu, tak setiap hari bisa berada di Tabah Turangga. Maka, merekalah yang bergantian mengelola dan melayani masyarakat yang ingin membaca di sana. Saat ini, Yulius dkk sedang berusaha membuat badan hukum, yakni yayasan, agar bisa bergerak lebih jauh, termasuk agar bisa mendapatkan bantuan dari masyarakat, lembaga atau funding, yang memerlukan aspek legal. Ke depan nanti, mereka ingin membangun Sekolah PAUD atau TK, agar nantinya terkelola dengan baik dan berkesinambungan sambil tetap menghidupkan Tabah Turangga di sana.
“Anak-anak di sini perlu itu...” ujar Yulius.
“Apakah sudah dicoba menghubungi Pemkab Sabu Raijua atau Pemprov NTT?” tanya saya.
Setahu saya di sana ada bantuan untuk mendirikan PAUD.
Dia menggeleng. Masalahnya memang pada legal hukum. “Jika nanti jadi yayasan, saya dan teman-teman akan berjuang untuk itu...”
Sejauh ini, kata Linda Nadji Keli, yang sering berada di sana, antusias anak-anak untuk membaca di Tabah Turangga lumayan bagus. Mereka antusias pada hal-hal yang berbeda dengan yang mereka dapatkan di sekolah masing-masing. Hanya saja, memang dengan kondisi sederhana dan banyak kekurangan di Tabah Turangga, dia maklum kalau belum bisa mengajak banyak anak ke sini. Karena harus mencari kehidupan dan kesibukan lainnya, Linda juga tak bisa setiap hari menunggui Tabah Turangga. Tapi dia sering bertukar waktu dengan suaminya, Logones Wolo Lomi.
“Kegiatan ini sifatnya sukarela, jadi tentu saya dan suami mencari nafkah dulu, baru ke sini,” ujar Linda.
Yulius juga mengakui, Tabah Turangga memang belum memiliki program seperti GPS-nya Nando di Ledeke yang membuka beberapa kelas pelajaran seperti bahasa Inggris dan sebagainya. Ke depan, rencananya juga akan seperti itu. Dia dan teman-teman sedang merancang program apa yang cocok bagi anak-anak di Bollu. Bisa jadi sama dengan GPS di Ledeke atau yang lainnya.
“Tapi yang penting kami mengerjakan sesuatu dulu. Ke depan kami akan perbaiki...” jelas Yulius sambil menutup kembali rak buku yang berada di ruang depan, yang langsung mepet dengan ruas jalan itu.
Kesabaran dan ketabahan para pengurus Tabah Turangga ini seperti menjelaskan bagaimana masyarakat Raijua yang sangat sabar meski hidup dalam kondisi yang jauh berbeda dengan saudara-saudaranya di pulau lainnya yang lebih maju dan mendapat perhatian lebih dari pemerintah. (bersambung)