PETUALANGAN KE PULAU KARANG (3)

Dapat Nama Kehormatan Adat Sabu dan Rebutan Makanan dengan Semut

Feature | Kamis, 09 Januari 2020 - 13:24 WIB

Dapat Nama Kehormatan Adat Sabu dan Rebutan Makanan dengan Semut
Asisten I Bidang Kesejahteraan Masyarakat Kabupatan Sabu Raijua, Septenus Bule Logo (dua dari kiri) berfoto bersama rombongan dari Badan Pembinaan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dipimpin Dr Sastri Sunarti (ketiga dari kanan). (HUMAS PEMKAB SABU RAIJUA FOR RIAUPOS.CO)

“Saya berharap, Pak Hary akan benar-benar memanfaatkan waktu selama di sini untuk menggali hal-hal yang belum diketahui masyarakat tersebut dan nantinya menuliskannya dengan cermat. Saya mewakili Bupati Sabu Raijua yang tak bisa hadir hari ini, mengucapkan terima kasih kepada Badan Pembinaan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk program ini. Semoga setelah ini pemerintah pusat semakin memperhatikan Sabu Raijua,” jelas Septenus Bule Logo.

Setelah itu, sebagaimana tradisi masyarakat Sabu, setiap tamu yang datang akan diberi nama Sabu. Atas usulan Petrus Pe Mano, saya diberi nama Sabu, yakni Ma Li. Menurut mereka, arti nama itu adalah “penyebar kebaikan”. 


Kata Petrus, “Saya percaya Ma Li Hary akan menyebarkan segala yang baik tentang Sabu Raijua kepada masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Saya merasa tersanjung dengan sambutan yang penuh kekeluargaan ini. Kepada para pendidik, budayawan, dan tokoh masyarakat tersebut saya tak banyak berjanji. Saya hanya ingin hidup berbaur dengan masyarakat Sabu Raijua, dan nantinya akan menulis segala yang baik yang pantas dibaca dan diketahui masyarakat Indonesia secara luas.

“Ini sebuah kehormatan yang tinggi ketika saya diterima masyarakat Sabu Raijua dengan nama Sabu ini. Saya berharap dalam masa tugas nanti tak banyak kendala. Dan jika pun ada kendala, saya yakin Bapak-Bapak dan Ibu yang hadir di sini, serta seluruh masyarakat Sabu Raijua akan membantu saya,” kata saya.

Sebagai tanda diterimanya saya dan rombongan, saya, Dr Sastri, Eko Marini dan Mas Salim diberi tanda mata berupa kain tenun khas Sabu. Dr Sastri mendapat selendang berukuran agak besar, sedang kami bertiga mendapat syal.

Sore hari setelah acara tersebut kami ke Pantai Napae menyaksikan matahari tenggelam yang sangat indah. Malamnya, bersama Abang Brother, kami mengantar Dr Sastri, Eko Marini dan Mas Salim ke dermaga di Pelabuhan Seba. Mereka akan kembali ke Kupang, dan kemudian ke Jakarta, naik KM Fungka.

“Saya titip Hary ke Bang Brother. Tolong dijaga dan dibantu ya,” kata Dr Sastri.

Bang Brother pun menjawab bahwa dia akan selalu membantu saya selama di Sabu. “Mas Hary aman bersama saya di sini, Bu...” jawabnya memberi garansi.

Bang Brother tidak asal bicara. Selama di Sabu, dia selalu menyediakan waktu untuk saya. Dia yang menemani saya pergi ke ceruk-ceruk kampung di Sabu, di hampir semua kecamatan. Bang Brother adalah gambaran orang Sabu: ramah, hangat, hormat, dan setia kepada orang yang dipercayanya.(bersambung)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook