EKSPEDISI WARTAWAN RIAU KE TNBT DAN TNTN (2)

Sperma Gajah, antara Mitos atau Fakta

Feature | Jumat, 27 Agustus 2021 - 15:47 WIB

Sperma Gajah, antara Mitos atau Fakta
Gajah remaja, Rimbani, saat baru tiba di camp Elephant Flying Squad TNTN dikelilingi para mahout sebelum bertemu dengan induknya, Ahad (8/8/2021). (HENY ELYATI/RIAUPOS.CO)

Banyak hal menarik yang bisa digali dan dipelajari terkait hewan bertubuh besar dan memiliki belalai panjang yakni gajah. Banyak mitos berkembang di tengah-tengah masyarakat terkait gajah. Mau tau apakah mitos atau fakta?

Laporan: Henny Elyati (Pangkalan Kuras, Pelalawan)


MELANJUTKAN perjalanan dari Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), 45 wartawan Riau pun bergerak menuju Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Sabtu (7/8/2021) sore.

Lagi-lagi rombongan dibagi dua. Rombongan pertama berjumlah 14 orang menginap di resort Elephant Flying Squad TNTN sedangkan sisanya menginap di salah satu hotel di Pematang Reba, Inhu, karena malam itu ada kegiatan diskusi dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) melalui Zoom meeting.

Diskusi bertajuk "Peran Serta RAPP dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Mitigasi Konflik Satwa dan Manusia", dipandu Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang dengan narasumber Environment Manager PT RAPP Riyadin Hendratno dan  Communications Manager PT RAPP, Budi Firmansyah.

Pada saat diskusi, juga ditampilkan kerja keras Elephant Flying Squad (EPS) RAPP, yakni sebuah unit reaksi cepat mahout (pawang gajah) yang dibentuk sebagai salah satu implementasi teknik mitigasi konflik gajah dan manusia.

Di resort Elephant Flying Squad TNTN kami memiliki waktu yang sangat banyak untuk berbincang dengan para mahout (pawang gajah). Di sini, mahout dipimpin Erwin Daulai. Dari Erwin diperoleh informasi keluarga gajah justru dipimpin gajah betina. Jangan salah, tidak sembarang betina bisa jadi pemimpin kawanan.

Pemimpin yang dipilih adalah mereka yang berusia paling tua, karena semakin tua seekor gajah betina maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam sebuah kawanan. Dalam satu keluarga gajah tidak ditemukan gajah jantan dewasa, karena gajah jantan hanya akan hidup bersama kelompoknya selama 15 tahun sebelum berpisah dengan induknya.

"Yang memimpin dalam kelompok itu gajah betina. Mana yang paling besar dan kuat itulah pemimpinnya," ujar Erwin.

Menurut Erwin, saat ini ada sembilan ekor gajah yang dipelihara di TNTN. Empat di antaranya adalah gajah liar yang telah dijinakkan. Keempat gajah tersebut sebelumnya dibawa dari Pusat Latihan Gajah (PLG) di Duri, Kabupaten Bengkalis, dan Minas, Kabupaten Siak. Dua di antaranya adalah gajah jantan dan dua lagi gajah betina yang diberi nama seperti nama manusia.

"Yang paling besar dan berukuran sekitar tiga meter bernama Rahman. Usianya sekitar 49 tahun. Kemudian Indro (42), Ria (42), dan Lisa (36)," jelas Erwin.

Bersama mahout, Erwin mengaku telah merawat dan melatih gajah-gajah tersebut dengan baik. Buktinya, saat ini dua gajah betina yang mereka pelihara telah pula memiliki anak. Anak gajah pertama bernama Teso (15). Teso merupakan anak dari Ria. Termasuk Harmoni (4). Sementara Lisa telah memiliki tiga ekor anak. Yang paling tua namanya, Imbo (10), kemudian Rimbani (6), dan Ryu yang masih berumur 7 bulan.

Selain tubuhnya yang besar, otak gajah juga besar. Seekor gajah dewasa memiliki otak seberat 5,4 Kg. Dengan otak seberat itu, mereka juga punya ingatan yang bagus, bahkan tergolong sebagai hewan yang cerdas. Seekor gajah bisa mengingat gajah atau manusia meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu.

Menurut Erwin, gajah usianya sama dengan manusia sekitar 60-70 tahun. Namun hewan ini hanya bisa melahirkan satu ekor anak sekali dalam enam tahun dengan masa kehamilan 23 bulan.

Seekor gajah betina hanya mengalami masa subur selama beberapa hari. Meski hanya punya waktu beberapa hari untuk kawin, namun seekor gajah betina harus menghabiskan waktu kehamilan yang sangat lama yaitu sekitar 22 bulan hingga 23 bulan akhirnya melahirkan bayi gajah ke dunia.

Erwin mengisahkan bagaimana mereka memandu gajah jinak untuk mengusir gajah liar yang masuk permukiman warga. Termasuk cara menangkap gajah liar untuk dijinakkan.

"Ketika mengusir gajah liar yang masuk permukiman warga, bukan dengan melepaskan gajah jinak. Beberapa orang mahout yang bertugas memandu gajah jinak tersebut," katanya.

Menurut dia, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan seorang mahout ketika sedang melakukan pengusiran gajah liar. Tidak boleh bersuara, tidak boleh merokok dan tidak melakukan tindakan yang dapat memancing gajah liar melawan. Sebab, gajah liar tersebut tidak akan tahu kalau saat itu ada orang (mahout) di atas gajah jinak.

Jika larangan itu diabaikan, maka bukan tidak mungkin gajah liar tersebut malah berbalik menyerang. Begitu juga ketika berkomunikasi, cukup dengan berbisik atau menggunakan gancu.

Jika saat itu ada di antara gajah liar yang hendak ditangkap, harus pula dipilih. Biasanya yang remaja dan berbobot tidak terlalu besar. Kalau target sudah ditetapkan baru ditembak dengan senjata bius yang sudah dipersiapkan. Dosisnya pun sudah ditentukan, tidak bisa sembarangan.

Penentuan target menjadi penting, karena jika yang dipilih gajah besar atau tua, tentunya akan menyulitkan mereka ketika membawanya. Sebab, gajah liar yang sudah dibius harus dirantai dan digiring oleh gajah jinak di sisi kiri dan kanan.

Proses penggiringan itulah yang sangat sulit dan menyita waktu. Apalagi pada lokasi bebukitan, karena sifat gajah itu paling sulit ketika melewati lokasi yang agak mendaki. Selain itu, gajah yang sudah dibius haruslah dijaga agar jangan sampai tertidur, walaupun ketika sudah berada di truk yang mengangkutnya.

Bukan cuma manusia yang butuh sunscreenatau sunblock untuk melindungi kulitnya dari sinar matahari, tapi gajah juga. Kulit gajah sedikit sensitif dan bisa terbakar sinar ultraviolet. Agar hal itu tidak terjadi, para gajah selalu berusaha mencari tempat teduh untuk istirahat. Mereka juga rajin merawat kulitnya dengan rajin berkubang lumpur ke kulitnya menggunakan belalai.

"Makanya gajah wajib dimandikan minimal sekali sehari karena gajah tidak memiliki pori-pori," tegasnya.

Di tengah-tengah perbincangan, Syamsidir, Ketua PWI Meranti, bertanya soal mani gajah. Tentu saja ini menjadi topik menarik karena banyak mitos yang beredar terkait mani gajah dipercaya mengandung kekuatan magis, seperti dipakai untuk pelaris, pemikat, penguat stamina libido, dan sebagainya.

"Apa benar mani (sperma, red) gajah jika jatuh ke tanah berubah menjadi kristal yang keras seperti batu. Karena saya dulu pernah diberikan 'orang pintar' batu kristal katanya mani gajah berkhasiat sebagai pemikat atau pelaris," tanya lelaki yang biasa dipanggil Atan itu, yang langsung mendapat respon dari yang lain.

"Itu mitos. Saya berani mengatakan bahwa itu mitos,  tidak benar," tegas Erwin.

Selama bertahun-tahun menjadi mahout, Erwin mengaku bahwa dirinya tidak hanya sekedar melatih gajah saja, tetapi juga mengamati serta mempelajari sifat gajah itu sendiri. Sebab, mahout bertanggung jawab penuh terhadap gajah yang dilatih. Itu artinya, seorang mahout juga harus mengetahui kapan dan bagaimana seekor gajah ketika birahi dan ketika hendak kawin.

"Ada tanda-tanda khusus ketika seekor gajah masuk masa birahi. Ia akan mengeluarkan cairan dari lubang kecil yang ada di bawah mata atau di pangkal belalai. Kalau cairan tersebut sudah keluar, berarti tinggal disandingkan saja antara si jantan dan betina," sebut Erwin.

Selain melihat langsung bagaimana proses perkawinan gajah, Erwin juga mengaku pernah menampung mani gajah tersebut. Berdasarkan bukti itulah dia berani mengatakan bahwa cerita tentang mani gajah hanyalah mitos belaka.

"Bahkan, kami juga pernah menampung mani gajah yang tumpah tersebut ketika kawin. Maninya tidak banyak, paling  sekitar tiga cc saja. Dan, tidak pernah pun mengkristal. Makanya, jangan percaya dengan tipu daya yang seperti itu," cerita Erwin.

Tidak hanya Atan yang menanyakan terkait mani gajah ini, wartawan Pekanbaru MX, Kornel Panggabean, juga menanyakan hal yang sama. Yakni jika meminum mani gajah maka dapat meningkatkan stamina vitalitas. Lagi-lagi Erwin mematahkan mitos tersebut.

Sementara itu, Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro menjelaskan bahwa TNTN dibentuk dari hutan produksi. Sebelumnya, kawasan Tesso Nilo merupakan HPH PT Dwi Marta yang mendapat izin beroperasi pada tahun 1974-1994. Kemudian, tahun 1994 beralih menjadi HPH PT Inhutani IV. Setelah 30 tahun menjadi hutan produksi, barulah ditunjuk menjadi Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan SK 255/2004.

Pada hamparan lain, juga ada HPH PT Nanjak Makmur yang beroperasi dari tahun 1979-2009. Kemudian pada tahun 2009 kembali dilakukan kajian perluasan lahan Taman Nasional. Akhirnya, pada 2009 pemerintah mencabut izin HPH PT Nanjak Makmur dan menunjuk kawasan tersebut sebagai Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan SK 603/2009. Setelah berhasil menetapkan tata batas defenitif pada tahun 2011, barulah pada tahun 2014 ditetapkan kawasan TN Tesso Nilo berdasarkan No.SK.6588/Menhut-VII/KUH/2014 pada tanggal 28 Oktober 2014 dengan lahan seluas 81.793 Ha.

"Walaupun telah ditetapkan sebagai taman nasional, bukan berarti masalahnya selesai. Tesso Nilo memiliki masalah lahan dan sebagainya. Permasalahan ini terjadi setelah masuknya mafia perkebunan sawit. Dari 81.793 ha, kini hanya tersisa 14 ribu ha. Jadi, perlu bersinergi untuk mempertahankannya," harap Heru.

Saat ini, Balai TNTN yang ditunjuk pemerintah selaku pengelola berupaya mempertahankan habis-habisan sisa lahan yang ada. Hal itu sangat perlu dilakukan karena TNTN memilki keragaman yang diakui dunia. TNTN memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Setidaknya ditemukan pohon 215 jenis dari 48 famili dan anak pohon 305 jenis dari 56 famili. Hal itu diketahui berdasarkan hasil penelitian LIPI pada 2003 silam.

"Lahan seluas ini merupakan apotik dan rumah sakit bagi satwa liar, maka perlu dipertahankan. Mungkin saja satwa liar itu mengambil sesuatu dari tanah atau pohon untuk obat ketika sakit. Hutan yang masih utuh menjadi obat bagi satwa liar dan tidak dapat dari HTI. Pada prinsipnya sama dengan kita. Bahkan, kalau bisa ngomong mungkin banyak protes mereka ke kita. Intinya, zona rimbalah yang melindungi zona lainnya," tutupnya.***

Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook