MENELISIK MAHOT YANG MENCINTAI GAJAH SEPENUH HATI

Mengenal Habitat, Lebih Dekat dengan Alam

Lingkungan | Minggu, 27 Agustus 2023 - 10:41 WIB

Mengenal Habitat, Lebih Dekat dengan Alam
Peserta lokakarya Jurnalistik se-Sumatera foto bersama. (RIAU POS)

Saat ini Lisa berusia 45 tahun, dan sedang bersiap melahirkan anak kelima. Hewan perasa dan cemberut jika tidak dibawakan oleh-oleh itu, kini terancam punah.

RIAUPOS.CO - Riswanto seorang mahot atau perawat hewan bertubuh tambun dan berbelalai di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, mengaku jiwanya telah menyatu dengan Lisa.


Lebih lama merawat Lisa dibanding hidup bersama dengan sang istri dan anak anaknya. Merawat Lisa sudah 22 tahun, sedangkan bersama istrinya baru 12 tahun.

“Beda sayangnya, dan istri saya sangat memahami hal itu,” kata Riswanto yang kini masih menjadi honorer dan sedang diperjuangkan oleh pimpinannya menjadi PPPK.

Ketika libur, lalu pergi jalan-jalan dengan keluarga, melihat pisang langsung ingat dengan Lisa. Rasanya ingin sekali membawakan pisang-pisang itu untuk Lisa.

Riswanto tahu betul selera dan keinginan Lisa. Setiap bertugas dia mesti membawakan Lisa sesuatu. Jika tidak, Lisa akan merajuk dan membuang muka. Sebaliknya kalau dibawakan sesuatu, terutama buah-buahan, Lisa langsung gembira, tanpa dipanggil pun datang, lalu mencium-cium dengan belalainya.

mahot - lisa gajah
Mahot Riswanto memberikan pisang sebagai pakan tambahan dalam menjaga kebugaran Lisa pada Sabtu (9/8/2023).(MONANG LUBIS/RIAU POS)

“Hewan ini mesti diajak berkomunikasi, kadang saya lucu sendiri melihat diri saya berbicara dengan hewan yang saya rawat setiap hari ini. Tapi dia mengerti apa yang saya sampaikan,” terangnya.

Lebih jauh Riswanto juga menceritakan bagaimana tahapan melatihnya, mulai angkat kaki kiri, angkat kaki kanan memerlukan waktu berbulan bulan. Lalu ada tahapan dinaiki sampai atraksi.

“Untuk atraksi kini sudah dilarang karena dinilai melakukan eksploitasi,” terang Riswanto.

Riswanto bergabung dengan Tim Plying Squad Elephant bentukan BBKSDA ketika itu bersama WWF, tugasnya membantu masyarakat yang berkonflik dengan gajah, khususnya di Lubuk Kembang Bunga dan Air Hitam, untuk menggiring gajah gajah liar kembali ke habitatnya.

Dia bersama sembilan gajah, 13 mahot, gajah dewasa ditangani dua mahot. Sementara gajah anakan ditangani satu mahot. Dari sembilan gajah itu, lima merupakan gajah dewasa.

Saat ini Lisa sedang hamil, dengan usia kandungan 19-22 bulan, jika tidak ada halangan maksimal akan beranak pada Oktober mendatang.

Akan disiapkan, pakan, kandang terutama CCTV, sehingga akan terlihat dengan jelas secara visual proses persalinannya. Pakannya terdiri batang pisang, semangka dan buah buahan kesukaan Lisa.

Sudah merawat Lisa sejak 2004, sampai saat ini. Berarti sudah 22 tahun. Lisa lebih ekspresif atau lebih genit, sehingga terkesan lucu dan menarik.

Gajah dibawa dari pusat pelatihan gajah Minas ada empat, saat ini ada sembilan gajah, tugas mahot, mencari pakan, memandikan dan mengecek kesehatan gajah. Jika terlihat tidak mood, bisa saja gajah sedang sakit. Hal ini mesti segera dicari penyebabnya. Terkadang gajah memerlukan obat, untuk mengembalikan mood-nya.

Salah seorang petugas di TNTN Ilham Gobel menjelaskan, pihak TNTN sedang berjuang dan mempersiapkan agar TNTN ini menjadi tujuan wisata skala internasional.

Akan ada sejumlah paket ekowisata, paket memandikan, paket patroli, dan paket memasak brownis dan puding bersama warga sekitar.

Pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari paket ini, sebab akan ada perputaran ekonomi dan masyarakat bagian dari itu.

“Untuk wisata edukasi kami bekerja sama dengan Unri, sementara pengelolaan ekowisata bertaraf internasional, kami berkoordinasi dengan Bu Siti dari Pangkalan Bun yang sukses mengelola paket ekowisata bersama turis mancanegara,” terang Ilham Gobel.

Kegiatan ke TNTN pada Sabtu (19/8) lalu, bertepatan dengan Hari Gajah Sedunia, yang diperingati secara serentak oleh para pecinta lingkungan dan satwa gajah. Kegiatan berlangsung bersama 10 jurnalis se-Sumatera menjadi peserta lokakarya peliputan isu lingkungan selama 3 hari. Dua hari di Pekanbaru, satu hari di TNTN.

AJI dan DW Akademie Gelar Pelatihan Peliputan Isu Lingkungan
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan DW Akademie menggelar Lokakarya Jurnalistik se-Sumatera dengan mengangkat tema Peliputan Isu Lingkungan di Pekanbaru, 10-12 Agustus 2023.

DW Akademie merupakan organisasi terdepan di Jerman dalam bidang pengembangan media internasional.

Lokakarya ini mendukung profesional media di tingkat lokal di Bangladesh, India, Indonesia dan Pakistan dalam menghasilkan karya jurnalisme berupa video berkualitas tinggi mengenai isu-isu lingkungan.

Di Indonesia, yang menjadi salah satu lokasi negara Asia yang dipilih, mengambil tempat di Pekanbaru.

Sepuluh jurnalis di Sumatera terpilih mengikuti rangkaian lokakarya tersebut.

Ketua AJI Pekanbaru, Eko Faizin berharap 10 peserta terpilih bisa menghasilkan video jurnalistik lingkungan terbaik. Hal ini karena trainer berpengalaman.

“Pelatihan seperti ini langka, apalagi langsung disampaikan trainer dari DW Jerman dan jurnalis senior Indonesia,” katanya, Jumat (11/8) lalu.

Dalam pelatihan yang berlangsung 3 hari ini, dua hari peserta mendapatkan teori dan sehari praktik membuat video ke TNTN.

Di hari pertama, jurnalis dilatih trainer DW Akademie, Ayu Purwaningsih dan Rizki Nugraha untuk membuat produk video jurnalis dengan materi pelatihan storytelling, konstruktif jurnalistik dan keselamatan dalam peliputan lingkungan.

Teknik Pelatihan DW Akademie Terkenal Unik, Dinamis dan Sangat Interaktif

Dalam pelatihan laporan lingkungan ini, peserta yang berasal dari Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan mempelajari karakteristik terpenting dari cerita lingkungan yang baik dan pentingnya memahami siapa audiens mereka.

Trainer DW Akademie, Ayu Purwaningsih menyatakan jika menjelang tahun politik, Riau dan sekitarnya banyak isu lingkungan.

Mengingat, persoalan-persoalan lingkungan sangat erat dengan isu politik.

“Untuk itu dibutuhkan keterampilan jurnalis agar mampu memproduksi berita yang kritis, tanpa meninggalkan banyak pula kisah-kisah kontrukstif yang dibutuhkan pula oleh masyarakat untuk menberikan harapan bagi mereka, bahwa masih ada solusi dalam menyelamatkan lingkungan kita,” kata Ayu.

Ayu mengingatkan juga bahwa keamanan dalam liputan menjadi poin penting agar jurnalis selalu menyiapkan diri secara fisik dan mental dalam meliput isu lingkungan.

Tak hanya itu, trainer juga memberikan masukan tentang penyederhanaan atau pelokalan jargon, membuat cerita global lokal-lokal global dan memanusiakan manusia serta mengutip suara-suara yang berbeda.

Sementara trainer DW Akademie yang lain, Rizki Nugraha menjelaskan pentingnya memberdayakan jurnalis di daerah, terutama perempuan, agar mampu mewartakan isu-isu lingkungan lokal secara berkualitas untuk audiens yang lebih luas, termasuk di luar negeri.

“Pelatihan ini juga dimaksudkan untuk mengajak teman-teman wartawan untuk menggunakan pendekatan yang konstruktif dalam peliputan jurnalistik,” ujar Rizki.

Pada momen tersebut, trainer juga memberikan tips tentang visualisasi dan meminta peserta untuk mengulas mengapa penting untuk menyertakan visualisasi data dalam cerita lingkungan, temasuk peta data atau Geographic Information System (GIS).

Ada banyak diskusi kelompok yang mendorong peserta untuk bekerja sama sebagai tim dan mempresentasikannya.

Para peserta kemudian mempresentasikan pitch story yang diskenariokan dalam bentuk “rapat redaksi”.

Disimulasikan, seorang reporter berusaha keras untuk meyakinkan ruang redaksinya untuk menerima tawaran mereka dan menangani kritik atau menerima rekomendasi dari rekan mereka dalam memproduksi cerita mereka.

Di sini, semua rencana terkait pembuatan cerita lingkungan didiskusikan secara intensif. topik, sudut pandang, target audiens, elemen bagus dalam laporan lingkungan untuk proposal cerita mereka.

Pada hari kedua, peserta juga diberi bekal peliputan oleh Redaktur Senior Majalah Tempo Sunu Dyantoro yang memaparkan mengenai Jurnalisme Konstruktif dan Yuafriza Jurnalis Senior yang memberi materi mengenai keamanan jurnalis saat melakukan liputan dan keamanan digital bagi jurnalis.

Sunu menyebut ada kecenderungan pembaca lebih menyukai berita bombastis: good news is a bad news.

Padahal ada pendekatan baru, bahwa ada juga berita-berita positif yang mendapat tempat pembaca.

“Kecenderungannya kini mulai bergeser dari good news ke bad news ke arah- good news is good news,” jelasnya.

Selain itu, jurnalis senior ini juga sangat mendorong partisipan untuk bekerja secara berkelompok dalam membandingkan jenis-jenis cerita jurnalisme konstruktif.

Trainer yang lain, jurnalis senior perempuan Mentawaikini.com, Yuafriza menjabarkan keamanan terhadap jurnalis.

Sesi ini penting sebagai antisipasi ancaman bahaya bagi wartawan lingkungan.

“Ada tiga jenis ancaman yang perlu diwaspadai yaitu kekerasan digital, fisik dan psikologis,” paparnya.

Kepada peserta, wanita yang kerap disapa Uni Ocha ini menjelaskan bagaimana strategi-strategi dalam mengatasi ancaman.(gus)


Laporan MONANG LUBIS, Pelalawan









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook