Buku bukanlah sekadar lembaran-lembaran kertas, tetapi sebuah khazanah yang akan memberi makanan bagi pikiran, emosi, dan spiritual kita. Menghargai buku berarti menghargai ilmu. Buku harus menggerakkan kita untuk memiliki karakter positif dan mampu berkontribusi bagi kehidupan. Kita perlu mencintai buku, begitu pula dengan anak-anak kita. Ajaklah anak-anak kita untuk mencintai buku sejak dini karena buku akan menjadi sayap kokoh untuk terbang mengarungi masa depan, seru Komaruddin Hidayat dalam buku 250 Wisdoms: Membuka Mata, Menangkap Makna (2010).
Maka, mari tumbuhkan minat membaca sejak dini kepada anak-anak. Kegemaran membaca itu harus dididik, harus ditanamkan kepada orang-orang sejak kecil, sejak mereka masih kanak-kanak, ketika masih duduk di sekolah, sejak dari taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai sekolah lanjutan dan seterusnya. Kalau mereka tak dibiasakan gemar membaca sejak kecil, tidak dibiasakan akrab dengan buku, maka besar kemungkinan setelah dewasa pun tetap takkan gemar membaca (Ajip Rosidi; 1983).
Buku merupakan warisan berharga yang dapat turun-temurun memberikan ilmu, wawasan, pemikiran, pengetahuan, dan segala yang terkandung di dalamnya. Buku yang berkualitas menjadi penting untuk dimiliki dan kelak bisa diwariskan kepada generasi yang lahir kemudian. Kata-kata TS Eliot, “Sulit membangun peradaban tanpa budaya tulis dan buku”, menarik untuk direnungkan. Selamat Hari Buku Nasional, 17 Mei 2015.***
Hendra Sugiantoro, pegiat Pena Profetik Yogyakarta.