PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Malam Madah Poedjangga Sabtu (26/12), mengangkat tema tentang persoalan genre dalam tradisi sastra Melayu. Hadir sebagai narasumber, budayawan Elmustian Rahman. Dalam diskusi yang ditaja, disebutkan Dosen di UR itu, bahwa ada dua genre. Besar dalam sastra Melayu, namun tidak terlalu ketat pemakainnya, yaitu nonnaratif dan naratif.
“Sebenarnya genre dalam tradisi sastra Melayu adalah suatu yang baru dan asing dan bahkan terkadang dipaksakan. Karena zaman dahulu masyarakat Melayu tidak mempersoalkan apakah yang didendangkannya itu pantun atau hikayat atau ungkapan bijak. Bahkan dalam suatu kesempatan berkesenian, orang Melayu menggunakan satu genre atau beberapa genre sastra sekaligus,” ujar Elmustian.
Lebih jauh dijelaskan Elmustian, alam Melayu sangat kaya dengan keberadaan sastra klasik, yang seharusnya dapat dijadikan bahan referensi dalam menghasilkan karya di hari ini. Diantaranya ada mantra, pantun, syair, nazam, gurindam, seloka, teka-teki, pribahasa, talibun, teromba dan lain-lain “Persoalannya, akankah kita membiarkan kekayaan genre yang berserakan ini tanpa diambil faedahnya bagi perkembangan sastra saat ini dan saat yang akan datang,” ujarnya. Seperti biasa, program malam Madah Poedjangga. Yang digagas oleh budayawan Rida K Liamsi itu juga menampilkan pembacaan puisi, musikalisasi puisi. Dalam selang sesi diskusi, ditampilkan pembacaan pantun dan syair oleh mahasiswa UR dan UIR. Sedangkan sebagai bintang tamu, tampil pula mahasiswa-mahasiswi dari Universitas Islam Riau yaitu sanggar Tuah Karya. Beberapa buah puisi karya penyair Indonesia, digubah menjadi nada-nada dan juga pekikan dan teriakan.
Tampil juga, penyair perempuan Riau, Qori Islami yang membawakan musikalisasi puisi yang berjudul Sembahyang Rerumputan karya Ahmadun Yosi Herfanda. Sebuah puisi yang kemudian dinyanyikan oleh salah seorang dosen di FIB Unilak Jurusan Sastra Inggris itu dibantu sang suami yang bermain gitar. Selain itu, sebuah pembacaan polos dari seorang siswi, Putri Hanannan yang merupakan perwakilan dari panti asuhan Al Akbar-Pekanbaru. Dia membacakan puisi yang berjudul yatim piatu.
Seorang pengujung setia Malam Madah Poejangga, Denni Afriadi turut serta membacakan puisi. Malam tadi, dia memberanikan diri membacakan sajak-sajak karyanya sendiri. “Biasanya saya membacakan sajak para penyair Riau, tapi malam ini izinkan saya membacakan sajak yang saya buat sendiri. Karena ini memang momen penting, puisi saya yang akan dibaca ini, puisi-puisi yang saya buat dalam proses belajar, sejak adanya program Madah Poedjangga,” ucap salah satu anggota sanggar Matan Itu.(jef)