Para mistikus seakan menjinjit ’syihir’ ke tengah buana. Bahwa tuhan-tuhan yang disembah itu akan menyatu (pada puncaknya) pada Tuhan yang satu. Bilangan 1 (satu) itu membelah dirinya dalam bentuk yang berbeda menjadi 2, 3, 4 dan seterusnya. Tak kan ada 2, jika tak ada 1 yang menyeruakkan dirinya menjadi “liyan” bernama 2, 3, 4, 5, 6 dan seterusnya. Kumpulan bilangan hingga bilangan muktamat (9), ketika dia mengembalikan diri (berhimpun kembali), tetap akan kembali ke rumah 1 (satu). Di sini, satu (1), bukanlah angka, ujar Ibn Arabi. Liyan itu bisa berwujud arca, patung, berhala, kekayuan, bebatuan atau sesuatu yang bergerak dan hidup. Deretan ini tak lebih dari realitas-realitas yang tertangkap oleh nalar (intelligibles atau haqa’iq ma’qulah). Bilangan 1 itu adalah ‘Mutlak’ sebagai awal dan akhir. Untuk itu, numerikal Arab tidak mengenal angka 0 (Nol), melainkan disimbolkan dengan titik (.). Simbol angka Nol (0) yang dipakai dalam sistem numerik dunia hari ini adalah persembahan Malayo Pan-Buddhismo. Pun Romawi dan Yunani, tak mengenal angka Nol (Null).
Manusia hadir. Dan Adam pun hadir dengan dirinya sendiri (al-nafs wahida). Dan dari dirinya Tuhan menciptakan pasangannya. Ihwal ini memperlihatkan bahwa “Adam sama sekali tidak menikah kecuali dengan dirinya sendiri. Dari dirinyalah terlahir isteri dan anaknya” (Ibn Arabi). Realitasnya satu, tetapi mengenakan banyak bentuk. Sang Mutlak menyingkapkan dirinya (tajalli) dalam bentuk yang banyak. Lihatlah ketika siang benderang, Allah menampakkan dirinya dalam beragam kehadiran. Ketika malam, penampakan itu diselimuti (misteri). Dan hakikat dari siang adalah bagian dari malam. Tuhan mencabut siang dari malam yang pekat, lalu diseruakkannya benderang (maka jadilah siang). Di siang yang benderang, Tuhan tetap merawat misteri dalam bentuk ‘bayang-bayang’ yang berwarna gelap dan legam (simbol misteri Sang Hakikat). Bayangan itu hanya menghadir ketika ada wadah, dan bayangan itu tidak akan mengikut warna dari obyek yang dibayanginya. Alias, ‘bayang-bayang’, bawaannya nir-warna. Dia tetap dengan tampilan gelap (misteri Sang Hak). Dengan begitu terhimpunlah persepsi yang jamak, makna yang serba ganda dalam menukil kebenaran, keindahan dan keabadian. Maka, para ilmuan yang berkarya, yang melakukan penemuan-penemuan di laboratorium (makmal), para seniman dan penyair yang berkarya, adalah mereka yang tengah mabuk melakukan ‘penyalinan kembaran samawi’ dari ‘kemiripan-kemiripan misteri’ yang disediakan oleh bayang-bayang, yang memiliki garis vektor ke iPad Tuhan nan sayup. Kita yang menerjemah, memaknai, dan meneroka kehidupan muka bumi ini, adalah serombongan penukil bayang-bayang dari Nan Satu (serba Misteri itu).