Namun, bagi sang arif sejati, tak akan menyembah berhala, karena ingin mengelak dari pencelaruan kaidah dalam masyarakat yang awam dengan kedangkalan serba superfisial, sehingga mereka akan terbawa dan terdorong untuk menyembah ‘bentuk’, tanpa melihat esensi di baliknya. Dan Nabi Muhammad pun ‘memaksa’ kaum awam itu (sebagai gantinya) untuk menyembah Satu Tuhan saja yang hanya bisa diketahui orang secara sangat umum, tetapi tak pernah menyaksikan-Nya (dalam bentuk konkret). Di sini sediaan misteri itu kian melipat dan menggenap. Tuhan yang kita sembah, bukanlah rangkaian konkret yang mendorong terbelahnya pendapat antar manusia, bahkan bisa mendorong perang saudara antar sesama. Tersebab, keimanan itu memang berada dalam ranah misteri (warna legam dari bayang-bayang).
Tak setakat itu, makna nan ganda itu juga berlangsung ke atas fenomena yang serba terukurkan (tangible); misalnya kata ‘tanah air’. Bagi mereka, tanah air adalah perbalahan dan genangan darah dan air mata. Bagi saya, tanah air adalah rumah jiwa, tempat kita menghimpun segala ghazal dan genap dalam rasa serba pertiwi nan damai. Bagi saya, tanah air itu bukan harta milik, tetapi kita adalah miliknya tanah air. Dialah selaku bunda yang menggairah, yang mengilham dan mengorak spirit dan menerjang kehendak untuk senantiasa bersorak demi kemanusiaan dan penggenapan hidup damai semesta dengan segala makhluk di planet ini. Dari tanah air inilah saya mengaum dan menegakkan menara tinggi kehidupan yang berkeadilan dan penuh kasih dan sayang. Karena sebagaimana tasauf, seni juga tak berhajat membawa kejahatan ke muka bumi. Tak ada kisah sufi yang menenteng bom dan menyentak bazooka. Juluran tanya dan keraguan bakal berderet; apakah itu keadilan?; apakah kebenaran?; apakah keindahan?; apakah semangat itu (daya hidup atau vita activa)? Albert Camus sang agnostik (walau terkesan sebagai pemuja moralitas samawi) itu melontar jawab. “Kebenaran adalah apa yang engkau ajarkan kepada kami, dan paling tidak kami mengetahui apa itu kepalsuan”. Pertanyaan berlanjut mengenai semangat. Apa itu semangat (vita activa)? “Kami hanya tahu kebalikannya, pembunuhan”. Lalu, muncul pertanyaan tentang; apa itu manusia? Camus menjawab: “Manusia adalah kekuatan yang pada akhirnya akan meniadakan segala macam tiran dan dewa-dewa. Dialah kekuatan yang terbukti dengan sendirinya”.