Puisi Ruhan Wahyudi

Seni Budaya | Minggu, 07 Juni 2020 - 13:04 WIB

Puisi Ruhan Wahyudi

Membuka pintu
      

Ia seolah-olah membuka pintu
Mencipratkan kisah cinta
Di dinding tua _merah seketika


Seperti doa mengaliri sukma
Mengamini percakapan sebelumnya
Padahal pintu itu selalu terbuka

_membiarkan sepotong kata
Berada dalam lubang kunci pintu itu
Bahkan huruf-huruf tak pernah alpa
Melafalkan senyuman di balik hati

Dan ia seolah-olah tak pernah lelah
Menemui ruang sunyi
Di pintu-pintu kau sembunyi

Gapura, 2020


Kali ini

Kali ini, kita mesti harus membuka tirai langit
Meski dengan imajinasi yang entah
Atau dengan mengepakkan sayap puisi
Yang lebih paham mengelilingi dunia

Tak mungkin dengan ucapan syahdu
Akan menemukan tubuh kita sebenarnya
Dan aku harap, pertemuan ini adalah kenangan
Sebab, sebentar lagi kita akan menemui ruang sendiri

Kali ini, kita akan menikmati perayaan puisi
Sebelum kita benar-benar menjadi diri sendiri
Menjadi penyair yang tak pernah selesai
Merangkum kata, juga merangkum masa depan.

Gapura, 2020

 

Buku Berlumpur Darah

Seperti celurit saja pensil yang kau pegang
Mencorat-coret buku dan melukis senja di dalamnya

Akan tetapi ada yang berbeda
Dalam buku puisi itu
Siapakah yang mencoretnya?
Penyair atau perempuan tua
Yang dikerumuni penyesalan

Bercak darah mencibir
Satu persatu halaman kenangan
Hingga huruf-huruf mulai samar
Bahkan ada yang tak terlihat lagi

Hanya darah yang tersisa
Dan melumpuhkan langkah mata, membaca.!

Gapura, 2020

 

Meja Puisi

Di sini, aku menunggu kepastian
Mengagumi kata-kata di meja puisi
Sebelum buku-buku dilahap
Ke dalam tubuhku yang lugu

Diksi mengkilat ke dasar mataku
Menciptakan kisah
Yang ingin bersemayam di gubuk jiwa

Dan di sini, aku menjadi pengunjung
Di meja puisi dengan hidangan metafor perawan
Yang mesti kumakan setiap hari

Gapura,2020


Membaca Sajak

Dua titik matamu menakar di buku-buku
Menjalari puisi yang bersembunyi di ruangan
Entah ke berapa kalinya aku
Memaknai hidup berkepanjangan

Seperti huruf-huruf yang semestinya
Ku rangkai menjadi rumah abadi_ puisi
Bahkan dengan membaca kenyataan
Adalah perjalanan membuka pintu hatimu

Gapura, 2020

 

Setelah Kita Tiada

Setelah kita tiada
Apa yang mesti diharapkan?

Senyum pesakitan atau sebatas jejak
Di antara huruf-huruf yang manja itu
Kita hanya bisa mengatakan dengan tabah

Sebaik-buruknya aku dan kamu
Puisi kitalah yang akan mencatatnya

Gapura, 2020


Ruhan Wahyudi Penulis menetap di Sumenep Madura, sekarang Mengabdi di MA Nasy’atul Muta’allimin Gapura Timur, bergiat di komunitas ASAP (Anak Sastra Pesantren) dan KPB. Tulisannya berupa cerpen dan puisi, termaktub dalam: Banjarbaru Festival Literary (2019), Festival sastra internasional Gunung Bintan (Segara Sakti Rantau Bertuah) (2019), dan lainnya. Karyanya juga dimuat di berbagai media nasional serta pernah mendapatkan Anugerah sebagai Puisi Terbaik di Hari Puisi Indonesia Disparbud DKI Jakarta Yayasan Hari Puisi 2019. Antologi Puisinya adalah Menjalari Tubuhmu di Pundak Waktu (2019).

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook