PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Staf CV Prima Mustika Raya (PMR), Mukhlis bakal menghabiskan hari-harinya dibalik jeruji besi. Pasalnya, salah satu terdakwa
dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Achmad divonis 14 bulan penjara.
Hal itu terungkap dalam pelaksanaan sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (25/4) malam, dengan agenda pembacaan amar putusan.
Majelis hakim yang diketuai oleh Saut Maruli Tua Pasaribu menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31/1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang (UU) Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
‘’Menjatuhkan hukuman pidana penjara satu tahun dua bulan kepada terdakwa Mukhlis,” tegas Saut Maruli Tua Pasaribu.
Tak hanya hukuman pidana penjara, hakim ketua juga menjatuhi terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Lalu Mukhlis turut diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp90 juta.
‘’Jika tidak membayar maka seluruh harta benda terdakwa dilelang dan jika tidak mencukupi diganti dengan kurungan tiga bulan,” sebut hakim ketua.
Dalam amar putusannya, Saut menyatakan, Mukhlis terbukti turut serta terlibat dalam korupsi pengadaan alkes senilai Rp1,5 miliar. Keterlibatan itu, dibuktikan dengan dikeluarkannya sejumlah faktur pembelian alkes yang pada kenyataannya fiktif.
Selain itu, alkes yang sebenarnya dibeli langsung oleh terdakwa lainnya dengan melibatkan tiga oknum dokter RSUD AA Riau tidak pernah ada. “Sehingga perbuatan terdakwa memberikan keuntungan kepada tiga dokter,” imbuh hakim.
Terhadap putusan tersebut, baik Mukhlis dan JPU sama-sama menyatakan sikap pikir-pikir. Hakim kemudian memberikan waktu sepekan kepada Mukhlis untuk menentukan sikap berdasarkan putusan itu.
Vonis yang terima terdakwa dinilai rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Mengingat sebelumnya, JPU menuntut staf CV PMR dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara.
Mukhlis menjadi pesakitan pertama yang divonis bersalah dalam perkara dugaan korupsi berjamaah tersebut. Selain Mukhlis, juga terdapat nama Yuni Efrianti yang tidak lain adalah Direktris CV PMR.
Kemudian, tiga oknum dokter sub spesialis RSUD AA Riau, yakni dr Kuswan Ambar Pamungkas, SpBP-RE, dr Weli Zulfikar, SpB(K)KL dan drg Masrial, SpBM. Sidang putusan terhadap empat terdakwa akan dibacakan pada persidangan berikutnya, Kamis (2/5) mendatang.
Mengenai penundaan pembacaan vonis tiga dokter, Firdaus Ajiz menyampaikan, bahwasannya itu merupakan wewenang dari majelis hakim. ‘’Itu wewenang majelis (hakim, red). Kalau belum siap putusannya tentu ditunda,” kata penasehat hukum (PH) dari tiga dokter RSUD Arifin Ahmad.
Ketika ditanya terkait gambaran vonis yang bakal diterima tiga aparatur sipil negara (ASN) di Provinsi Riau, mengingat staf CV PMR dijatuhi hukuman satu tahun dua bulan. Dia berharap, majelis hakim membebaskan kliennya. Karena menurutnya, tiga dokter tersebut tidak bersalah. “Kalau kita minta dibebaskan (tiga dokter tersebut),” pungkas Firdaus Ajis.
Diketahui, berdasarkan surat dakwaannya, JPU menyebut perbuatan para terdakwa terjadi pada tahun 2012 hingga 2013 silam dengan cara membuat formulir instruksi pemberian obat (FIPO) dengan mencantumkan harga yang tidak sesuai dengan harga pembelian sebenarnya dalam pengadaan alat kesehatan spesialistik Pelayanan Bedah Sentral di RSUD AA Riau.
Dalam pembelian itu, pesanan dan faktur dari CV PMR disetujui instansi farmasi. Selanjutnya dimasukkan ke bagian verifikasi untuk dievaluasi dan bukti diambil Direktris CV PMR, Yuni Efrianti Selanjutnya dimasukkan ke Bagian Keuangan.
Setelah disetujui pencairan, bagian keuangan memberi cek pembayaran pada Yuni Efrianti. Pencairan dilakukan Bank BRI, Jalan Arifin Achmad. Setelah itu, Yuni Efrianti melakukan perincian untuk pembayaran tiga dokter setelah dipotong fee 5 persen.
Pembayaran dilakukan kepada dokter dengan dititipkan melalui staf SMF Bedah, saksi Firdaus. Tindakan terdakwa melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Menurut JPU, CV PMR diketahui bukan menjual atau distributor alat kesehatan spesialistik yang digunakan ketiga dokter. Kenyataannya, alat tersebut dibeli langsung oleh dokter bersangkutan ke distributor masing-masing.
Alat kesehatan juga tidak pernah diserahkan CV PMR kepada panitia penerima barang dan bagian penyimpanan barang di RSUD AA Riau sebagaimana ketentuan dalam prosedur tetap pengadaan dan pembayaran obat, gas medis dan alat kesehatan pakai habis BLUD AA Riau.
Selama medio 2013 dan 2013, Direktris CV PMR dibantu stafnya Muklis telah menerbitkan 189 faktur alat kesehatan spesialistik. Harga alat kesehatan yang tercantum dalam faktur berbeda-beda dengan harga pembelian yang dilakukan terdakwa dr Welly Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.
Dari audit penghitungan kerugian keuangan negara ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp420.205.222. Jumlah itu diterima oleh CV PMR dan tiga dokter dengan jumlah berbeda. Perinciannya adalah CV PMR sebesar Rp66.709.841. Sementara selisih harga alat kesehatan atau mark up harga yang diterima oleh ketiga dokter adalah dr Welly Zulfikar sebesar Rp213.181.975, dr Kuswan Ambar Pamungkas Rp8.596.076 dan dr Masrizal Rp131.717.303.(rir)