700 KK Kehilangan Mata Pencaharian
Eksekusi lahan ini disesalkan oleh ratusan masyarakat Desa Pangkalan Gondai, dan desa-desa lainnya di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan. Pasalnya, terdapat lebih dari 700 kepala keluarga (KK) yang merupakan warga tempatan harus memutar otak untuk mencari mata pencariannya.
Ketua Koperasi Gondai Bersatu Rosidi Lubis mengatakan dirinya bersama warga tidak akan surut dan mundur untuk meninggalkan lahan kebun sawit yang telah mereka tanam sejak tahun 1996 lalu itu. Bahkan, lahan yang merupakan tanah ulayat leluhur seluas 3.323 hektare ini menjadi tempat lebih dari 700 kepala keluarga (KK) menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan sawit dengan setiap kepala keluarga memiliki seluas 2 hektare tanah.
"Sudah jelaskan ini tempat mereka mencari nafkah. Kalau lahan seluas 3.323 hektare ini diambil alih oleh negara, maka seluas 1.723 hektare di antaranya kebun sawit (plasma) milik kami menggantungkan hidup akan hilang. Sedangkan sisanya seluas 1.600 hektare merupakan lahan (Inti) PT PSJ selaku bapak angkat kami dalam pola KKPA. Dan kini setelah pohon sawit ditebang pemerintah, sudah ditanampohon akasia di atas lahan tersebut. Padahal kami masih terus memperjuangkan lahan tersebut," katanya.
Hal senada juga disampaikan seorang pemilik lahan dari Desa Gondai Kamisrul, sejak dulu untuk menjual hasil kebun saja kami susah, perlu waktu berhari-hari untuk menjualnya. Bahkan, kondisi ekonomi masyarakat jauh di bawah garis kemiskinan, Pada tahun 1996 lalu, ninik mamak mencari bapak angkat dalam pola KKPA, yang bersedia saat itu hanya PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ). Ninik mamak mengajukan surat kepada PT Peputra Supra Jaya, untuk bermitra dengan KUD sawit raya pola KKPA, dan ini jauh sebelum adanya PT Nusa Wana Raya (NWR).
"Berkat kedatangan PT PSJ kami bisa menghidupi keluarga, dan bisa menyekolahkan anak-anak kami hingga ke perguruan tinggi. Kebun ini merupakan satu-satunya sumber pencarian bagi keluarga kami. Itu sebabnya kami memohon kepada Pak Bupati dan juga Gubernur Riau agar memperhatikan nasib kami yang saat ini telah kehilangan mata pencaharian, mau makan apa kami sekarang tanpa kebun ini," harapanya.
Sementara itu, Ketua Forum LSM Riau Bersatu Ir Robert Hedriko, tertekad akan terus mengawal proses eksekusi lahan yang tengah berjalan. Bahkan, pihaknya juga meminta Pemerintah Provinsi Riau melalui dinas terkait serta Kapolda Riau untuk tetap tegas dalam menangani masalah eksekusi 3.323 hektare lahan sawit di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan dan tidak mengindahkan suara-suara di luar yang mengatas namakan masyarakat. Dan tetap fokus pada proses eksekusi oleh PN Pelalawan atas Putusan Mahmakah Agung (MA) RI Nomor :1087/Pid.Sus.LH/2018 yang telah berjalan sekitar 300 hektare.
"PT PSJ ini kan sudah terbukti telah menyerobot kawasan hutan dengan luas 3.323 hektare dan ini juga terbukti melanggar Keras UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Perkebunan. Dan masalah ini memang harus dikawal terus," ujarnya.
"Ini baru sedikit lahan milik negara yang diambil alih oleh perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat. Padahal kenyataannya mereka mengambil keuntungan sendiri. Kami juga meminta DPRD harus bisa memberi contoh dan edukasi kepada masyarakat bahwa kawasan hutan tidak boleh diduduki dan dijadikan kebun sawit. Kalau dijadikan kebun harus memiliki izin pengalihan dari Kemenhut. Nah, sekarang kan jelas PT PSJ ini tidak memiliki izin," ucapnya.
Tak sampai di situ, aktivis lingkungan ini juga minta kepada pihak kepolisia untuk menangkap pimpinan PT PSJ karena sudah melakukan banyak pelangaran dalam masalah ini. "Inikan putusan MA itu sudah inckrah. Kalau tidak mana mungkin negara bisa seenaknya melakukan eksekusi terhadap ribuan hektare lahan ini. Makanya kita minta polisi tangkap pimpinan PT PSJ ini karena dalam proses eksekusinya di lapangan terlalu banyak pihak yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat, seakan-akan ditempatkan sebagai garda terdepan dalam masalah ini," tegasnya.(amn/nda/rir/ayi)