"Jadi, kita berjanji akan merekrut mereka untuk bekerja bersama-sama memulihkan kawasan hutan ini. Untuk itu, kita berharap masyarakat tidak menghalangi putusan MA ini. Mari sama-sama bangun kawasan hutan ini untuk lebih baik ke depannya," sebutnya seraya mengatakan di lahan yang telah ditertibkan telah dilakukan penanaman bibit eucalyptus oleh PT NWR.
Pantauan d ilapangan, hingga Rabu (22/1), massa masih menduduki lahan hutan negara yang telah mereka garap puluhan tahun menjadi kebun kelapa sawit. Massa mendirikan sejumlah tenda di lokasi. Seluruh massa berada di lokasi mulai dari anak-anak, para ibu hingga pria dewasa pada siang hari.
Sedangkan pada malam, hanya para pria dewasa yang berjaga di lahan tersebut untuk mempertahankan kebun sawit yang telah menjadi sumber penopang hidup mereka sejak tahun 1996 lalu. Sedangkan proses penumbangan pohon kelapa sawit tersebut saat ini masih difokuskan tim DLHK Riau di lahan inti PT PSJ seluas 1.600 hektare yang tidak memiliki IUP (izin usaha perkebunan) dari pemerintah pusat.
"Jadi, kami siap bertaruh nyawa untuk mempertahankan lahan kebun sawit yang merupakan tanah ulayat nenek moyang kami. Dan seandainya kami relakan kebun sawit kami ini ditumbang, lantas mau makan apa anak dan istri kami," keluh Ketua Koperasi Gondai Bersatu Rodisi Nasution kepada Riau Pos.
Kehadiran Anggota Dewan Dituduh Menghasut
Ketika eksekusi yang dilakukan pada, Ahad (19/1) lalu hadir pula Wakil Ketua DPRD Riau, Zukri Misran. Menurut informasi kedatangannya bertujuan untuk menenangkan masyarakat dan petugas eksekusi meminta agar anggota legislatif meninggalkan lokasi.
Ahli hukum pidana DR Muhammad Nurul Huda, SH MH mengatakan kehadiran anggota dewan dalam proses eksekusi itu tidak dibenarkan. Sebab sudah ada plang dan petugas eksekusi. "Memang harus diusir. Sebab bisa dituduh menghasut masyarakat untuk menghalang-halangi eksekusi. Dan itu bisa dipidana menurut Pasal 53 Junto Pasal 160 Junto Pasal 216 KUHP," ungkap Nurul Huda, Selasa (21/1).
Ditambahkan dia, anggota DPRD Riau semestinya tidak perlu datang ke lokasi eksekusi. Karena menurut Nurul Huda, jika dinilai ada kesalahan dalam proses eksekusi, maka bisa memanggil para petugas eksekusi. "Harusnya panggil saja, kenapa dieksekusi. Ngapain harus datang ke situ. Nanti kalau terjadi apa-apa emang mau anggota dewan itu bertanggungjawab?," jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan Nurul Huda, pihaknya juga menyayangkan adanya aksi penolakan eksekusi itu. Menurutnya aksi penolakan eksekusi tidak terjadi, karena eksekusi tersebut adalah hal yang harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia. "Kan sudah jelas putusannya itu hal yang legal kenapa masyarakat mengintervensi putusan tersebut. Seharusnya negara jangan mau kalah dari orang-orang yg tidak taat pada putusan pengadilan," katanya.
Nurul Huda menegaskan, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada, jika hal itu terus berlanjut maka akan ada konsekwensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum. "Jangan lupa ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana," tutur dosen Pascasarjana UIR itu.
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Riau, DR Erdianto, putusan peradilan yang sudah in kracht van geweistge tidak dapat lagi diadakan perlawanan. Kalaupun ada upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali, upaya hukum tersebut tidak menunda dilaksakannya eksekusi.
"Asas hukum menyatakan lex dura septimen scripta, hukum itu keras tetapi harus ditegakkan. Dalam sebuah putusan tentu ada pihak yang merasa tidak diuntungkan atau ada tetapi itu lah putusan pengadilan," jelasnya.
Jaksa selaku eksekutor kata dia, tidak punya opsi untuk melakukan eksekusi atau tidak karena memang sudah kewajibannya melaksanakan putusan. Dalam melakukan eksekusi, jaksa tentu tidak sendiri, perlu melibatkan pihak lain.
"Nah, dalam putusan perkara ini dinyatakan bahwa ke negara hukum yang juga dilibatkan dalam melaksanakan eksekusi adalah dinas kehutanan yaitu untuk menertibkan kawasan yang dieksekusi sebagaimana yg dinyatakan dalam amar putusan," paparnya.
Dia menyebutkan, anggota DPR atau DPRD melaksanakan fungsi pengawasan, budgeting dan legislasi. Dalam hal ada keluhan masyarakat anggota legislatif dapat melakukan pengawasan tetapi tidak dalam bentuk menghalangi proses eksekusi. "Sebab pelaksanaan eksekusi adalah kewajiban hukum yang harus dilaksanakan oleh penegak hukum," imbuhnya.
Zukri Bantah Diusir
Wakil Ketua DPRD Riau Zukri Misran disebut sempat di usir saat mendatangi lokasi eksekusi lahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) di Pelalawan. Bahkan dirinya dituduh menghasut masyarakat saat pelaksanaan eksekusi. Menanggapi hal itu, Zukri membantah bahwa dirinya diusir.
Kepada Riaupos.co, Zukri mengatakan keberadaan dirinya saat itu berdasarkan aduan masyarakat setempat. "Saya tidak di usir. Bahkan saya cukup lama di sana. Bahkan ngobrol lama juga dengan wakapolres," sebut Zukri.
Ia menceritakan kronologis peristiwa tersebut terjadi pada Ahad (20/1/2020). Di mana saat itu dirinya datang untuk memastikan kondisi masyarakat disana. Selain itu, ia mengaku juga ingin bertemu Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) sebagai pihak eksekutor.
Kata dia, saat berada di lokasi saat itu memang sudah ada ratusan masyarakat yang menyatakan penolakan terhadap eksekusi. Bahkan posisi dirinya di lokasi cukup jauh dari alat berat yang tengah menumbangkan batang sawit. Jaraknya sekitar beberapa ratus meter. "Saya berkumpul dengan masyarakat. Saya berdialog dan berupaya menenangkan masyarakat. Saya sampaikan, kami akan perjuangkan mereka. Bagi saya tidak ada kepentingan yang lebih penting dari kepentingan rakyat," ujarnya.
Soal adanya masyarakat yang mengikuti dirinya saat di lokasi, Zukri menyebut hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Karena merasa ada perwakilan rakyat (DPRD, red) yang turun untuk membela kepentingan rakyatnya. Namun dia membantah bahwa masyarakat tersebut sengaja dibawa maupun dimobilisasi.
"Yang pasti kehadiran saya, saya ingin tau data di lapangan. Saya juga di lindungi UU menjalankan tugas saya. Memastikan masyarakat disana. Soal adanya media beredar Zukri di usir, ya terserah. Yang penting saya bekerja untuk masyarakat saya," tegasnya.