PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Tokoh Masyarakat (Tomas) Desa Dayun mendukung Pengadilan Negeri (PN) Siak Sri Indrapura dan aparat kepolisian untuk melaksanakan konstatering dan eksekusi lahan seluas 1.300 hektar di Kilometer 8 Desa Dayun, Kabupaten Siak.
Dukungan itu disampaikan salah seorang Toko Masyarakat Dayun Umar Said menanggapi tertundanya pelaksanaan eksekusi tersebut. Dia berharap, aparat terkait tidak menunda eksekusi. "Saya atas nama Tokoh Masyarakat Dayun minta eksekusi jangan lagi ditunda-tunda. Kami siap mendukung eksekusi dan jangan ragu-ragu,"kata Umar, Kamis (27/10/22).
Umar menjelaskan, jika lahan yang akan dieksekusi itu merupakan konflik antara PT Duta Swakarya Indah (DSI) dan PT Karya Dayun (KD). Menurutnya, tidak ada masyarakat yang memiliki di atas lahan seluas 1.300 hektar itu.
"Tidak ada lahan masyarakat di situ. Itu adalah milik PT DSI," tegasnya.
Umar tidak menampik, jika keberadaan PT DSI sangat membantu warga sekitar. Ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang bekerja di perusahaan tersebut.
Namun katanya, sejak lahan itu dikuasai PT Karya Dayun, masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan sebagai pekerja."Bahkan untuk pergi memancing pun susah kita lewat di lahan itu," kesalnya.
Terkait adanya sejumlah massa yang mengaku sebagai Warga Dayun dengan menghalangi pelaksanaan eksekusi, Umar membantahnya. Bahkan dia telah menyarankan masyarakat Dayun untuk tidak terlibat dalam konflik itu.
"Satu orang Masyarakat Dayun pun tidak ikut di situ, karena memang saya larang. Jadi bukan Masyarakat Dayun," sebutnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta aparat juru sita PN Siak dan kepolisian untuk tidak menuntaskan pelaksanaan eksekusi. Menurutnya, penegakan hukum harus dilaksanakan.
"Kami berharap kepada pihak kepolisian, agar betul-betul meneggakkan huku. Tidak boleh takut," tegas Umar lagi.
Terpisah, Suhermansyah SH MH selaku kuasa hukum PT DSI menegaskan, jika konflik antara pihaknya dengan PT KD telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Artinya, pelaksanaan konstatering dan eksekusi harus dilakukan.
"Karena kami selaku pemohon eksekusi, telah mengajukan ke pengadilan. Jadi eksekusi ini harus dilaksanakan," sebut Suhermansyah.
Jika ada pihak-pihak yang keberatan karena merasa juga memiliki lahan di atas 1.300 hektar itu lanjutnya, diminta untuk menempuh jalur hukum.
"Kenapa harus ribut-ribut di lapangan," tegasnya.
Anehnya sebut Suhermansyah, ada organisasi/lembaga masyarakat yang diduga ambil andil dalam konflik ini. Oknum ini diduga 'mengaburkan' objek lahan yang dieksekusi tidak sesuai dengan sebenarnya.
"Dulu mereka itu menyatakan objek bukan di situ dan lahan itu ada milik koperasi, namun itu terbantahkan. Sekarang mereka mengatasnamakan masyarakat Dayun, juga terbantahkan. Jadi Masyarakat Dayun yang mana?," tegasnya.
Sebab itu, dia meminta kepada pihak-pihak yang merasa keberatan, untuk dapat berpikir positif. Lebih baik menempuh upaya hukum lain, ketimbang harus berkonflik dengan aparat kemananan di lapangan.
Seperti diketahui, PN Siak terpaksa dua kali menunda pelaksanaan kontatering dan eksekusi lahan 1.300 hektare itu, yakni pada Rabu (3/8/22) dan Rabu (19/10/22) pekan lalu, karena adanya perlawanan dari sekelompok masyarakat.
Meski dibantu aparat keamanan, namun PN Siak tidak bisa melaksanakan eksekusi objek lahan yang terletak di jalur dua Jalan Siak-Dayun itu. Sehingga PN Siak harus menundanya hingga waktu yang belum ditentukan.
Sementara dari penolakan yang terjadi, karena masyarakat mengaku lahan objek eksekusi itu, bukan atas nama PT Karya Dayun. Massa menegaskan, jika lahan itu atas nama masyarkat dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
Laporan: Eka G Putra
Editor: Edwar Yaman