KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah di Riau

Riau | Jumat, 03 Mei 2019 - 10:02 WIB

KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah di Riau
Alexander Marwata

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengakselerasi tata kelola pemerintahan yang baik yang bebas dari korupsi. Salah satunya mendorong optimalisasi pendapatan daerah dan pengelolaan barang milik daerah bidang pertanahan.

Dalam mendukung dua upaya tersebut, KPK mendorong kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemrprov) Riau dengan Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau. Hal itu diwujudkan dengan pelaksanaan penandatanganan kesepakatan bersama antara kepala Kantor Wilayah DJP Riau dengan Gubernur Riau dan bupati/wali kota se-Provinsi Riau tentang Optimalisasi Penerimaan Pajak Pusat dan Daerah, di Gedung Daerah, Kamis (2/5).

Baca Juga :Bapenda Berhasil Kumpulkan Pajak Rp776 M

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, dengan adanya penandatanganan kesepakatan tersebut, pemprov dan pemerintah daerah di bawahnya dapat menerapkan sistem administrasi pencatatan penerimaan daerah yang memungkinkan pembayaran pajak daerah lebih efektif, efisien, dan akuntabel dengan berbasis teknologi informasi.

“Selain itu, pemerintah daerah juga bisa meningkatkan sistem pengawasan dan pemantauan atas kepatuhan wajib pajak (WP)/wajib pungut (Wapu) dalam pemenuhan kewajiban pajak pusat dan daerah yang terutang,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan Alexander Marwata, ada kecenderungan pemerintah daerah menetapkan target pendapatan daerah di bawah potensi yang seharusnya. Sementara DPRD menginginkan target pendapatan daerah yang sebesar-besarnya.   “Masalah ini sebagian dikarenakan belum teridentifikasinya data potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan jenis-jenis pajak di daerah,” sebutnya.

Selama ini memang belum tersedia data yang akurat mengenai pajak dan retribusi daerah di seluruh Indonesia yang seharusnya bisa menjadi acuan daerah. Sehingga pemerintah daerah umumnya belum memiliki gambaran mengenai kemampuan keuangan daerah melalui informasi proporsi PAD dalam APBD.

“Kami berharap penandatanganan ini bisa memaksimalkan tujuan masing-masing pihak. Baik dalam optimalisasi pendapatan, kepatuhan wajib pajak, pengamanan aset tanah, dan pemenuhan kewajiban pertanahan dapat tercapai,” ujarnya.

Oleh karena itu, KPK juga menginginkan kerja sama yang dilakukan harus saling menguntungkan dan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. Kerja sama ini juga diharapkan sebagai bagian dari tukar menukar informasi dan dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi masing-masing pihak.

“Bagi KPK, bagian terpenting dari kerja sama ini adalah rencana aksinya di lapangan. Tidak akan ada artinya jika penandatanganan tanpa diikuti rencana aksi yang jelas dan terukur. Oleh karena itu KPK mengharapkan segera dibuat rencana aksi kegiatan oleh para pihak maupun pejabat penghubung yang terlibat dalam penandatanganan kerja sama ini. KPK akan terus mengawasi pelaksanaan aksi dari program ini,” katanya.

Sementara itu Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar MSi mengatakan, setelah kegiatan penandatanganan tersebut terutama di bidang pertanahan agar bupati/wali kota di Riau dapat bekerja sama dengan jaksa penyelenggara negara dalam menyelesaikan permasalah aset di daerah.

“Hal tersebut juga tengah dilakukan oleh Peprov Riau yang juga memiliki aset di daerah. Lakukan penyelesaian permasalahan aset dengan baik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sehingga nantinya aset tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk PAD,” harapnya.

Sedangkan terkait penandatanganan dengan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Riau, terdapat beberapa kesimpulan yakni pelaksanaan fungsi koordinasi dan supervisi oleh KPK RI akan melaksanakan fungsi koordinasi dan supervisi pelaksanaan kesepakatan bersama. Baik secara terjadwal (regularly) maupun tidak terjadwal (irregularly). KPK melakukan pengawasan APBN dan APBD bukan hanya dari sisi pengeluaran (spending) tetapi juga penerimaan (revenue).

Pertukaran data sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kesepakatan bersama ini merupakan upaya akselerasi (percepatan) atas pelaksanaan ketentuan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228 Tahun 2017 yang pada dasarnya mengatur bahwa Pemerintah Daerah wajib menyampaikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP. Di samping itu, kesepakatan bersama ini melaksanakan fungsi debirokratisasi yaitu tidak diperlukannya lagi proses surat menyurat  antar para pihak terkait pertukaran data karena telah dilaksanakan secara rutin dan berkala (automatically).

Pertukaran data bersifat timbal balik (reciprocal) dengan tidak melanggar dan menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesepakatan bersama ini membuka ruang bagi DJP dan pemerintah daerah untuk saling mempertukarkan data dan informasi terkait perpajakan untuk dapat dianalisa, diolah

dan dieksekusi dalam upaya penggalian potensi perpajakan. Kerjasama ditujukan demi terselenggaranya perbaikan pelayanan masyarakat kesepakatan bersama ini ditujukan salah satunya demi perbaikan pelayanan masyarakat yaitu tata kelola pelayanan pemberian hak dan pengawasan pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak. Terkait hal tersebut, para pihak sepakat untuk melakukan antara lain percepatan dan penajaman proses konfirmasi status wajib pajak (KSWP).(sol)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook