JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo diminta untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan itu sebelumnya dilontarkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang menilai saat ini pemberantasan korupsi sudah dalam kondisi darurat. Pasalnya, menurut Fahri, banyak terjadi penyimpangan prosedur yang dilakukan KPK.
Dia sendiri menyebut menanggulangi penyimpangan lewat revisi undang-undang dianggap muskil karena bakal memakan waktu lama. Terkait itu, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pihaknya sudah menduga adanya permintaan penerbitan Perppu KPK tersebut.
Dikatakannya, dirinya bahkan juga menduga akan ada sejumlah pihak yang kembali mengembuskan isu revisi UU KPK.
"Sebenarnya ini isu lama yang digulirkan. Ada draf juga dari pihak DPR yang dibicarakan di sejumlah kampus," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (23/8/2017).
Dalam draf revisi yang dibicarakan itu, sambungnya, beberapa kali upaya untuk melemahkan KPK jelas terbaca. Sebagai contoh, soal kewenangan penyadapan, membuat KPK tidak lagi bisa menuntut terdakwa korupsi ke pengadilan, bahkan pembatasan waktu kerja KPK.
Namun, KPK memilih percaya kepada presiden yang pernah menyampaikan tidak akan merevisi UU KPK untuk saat ini. Adapun presiden juga berkomitmen akan tetap memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi.
"Bagi KPK pun, sekarang kami bisa bekerja semaksimal mungkin dengan UU yang ada saat ini," terangnya.
Lantas, dia mempertanyakan salah satu poin yang dalam draf revisi UU KPK yang pernah dibicarakan, yakni tentang batasan yang KPK tidak lagi bisa menuntut terdakwa korupsi ke pengadilan.
"Kalau kewenangan KPK untuk menuntut dicabut misalnya, maka para tersangka yang sedang kita proses saat ini, termasuk kasus E-KTP tidak akan bisa diajukan KPK ke pengadilan. Apakah itu yang diinginkan?" tanya dia.(put)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama