JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo diharapkan dapat dihadirkan dalam Pansus Angket KPK di DPR. Itu karena kepala negara bertangung jawab secara penuh terhadap pemberantasan korupsi.
Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, presiden perlu ditanya tanggapannya terhadap KPK, apakah wajar di satu sisi presiden berbicara anti korupsi, memberantas korupsi, memiliki prestasi dalam pemberantasan tersebut, sementara di satu sisi setiap harinya ada orang yang ditangkap lantaran korupsi.
"Nah yang kayak begini kalau menurut saya sih angket seharusnya juga manggil presiden. Ini ada apa? Presiden sadar nggak kalau ini ada elemen yang bekerja di bawah dia, tanpa koordinasi, nangkep sana sini, presidennya bengong dan kaya jadi konsumen," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Padahal, terangnya, yang disumpah oleh rakyat untuk bertangung jawab terhadap jalannya negara adalah presiden. Akan tetapi, presiden sendiri sampai tidak tahu jikalau misalnya ada penangkapan hakim. Karena itu, dia menilai penangkapan terhadap pejabat tentu sangat menyangkut kredibilitas negara.
Pasalnya jika negara diisukan di luar negeri sebagai negara korup, tentu pemodal atau investor luar juga enggan untuk datang.
"Itu tanggung jawab presiden. Tapi pertanyaannya presiden sadar nggak dengan kondisi seperti ini,” sebutnya.
Oleh sebab itu, kata dia lagi, sebaiknya di akhir angket KPK perlu ditanya kepada presiden mau ke mana dalam arah pemberantasan korupsi itu.
“Ia presiden harus ditanya, presiden mau ke mana?" tegasnya.
Karena itu, dia menyebut pemanggilan presiden perlu dilakukan ketika pansus tuntas mengumpulkan bukti dan memanggil KPK.
“Sudah saatnya menjelang keputusan, rekomendasi. Presiden ditanya, Pak presiden sampeyan mau kemana dengan keadaan ini? Bapak mau lolos kontrol terus tiap hari keadaan begini," tandasnya. (dna)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama