JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyampaikan, sebanyak 50 persen masyarakat Indonesia belum sejahtera dan tidak memiliki kualitas pendidikan yang baik. Hal itu yang dinilai menjadi salah satu faktor penyebab politik uang atau money politic masih menjamur di Indonesia.
Kondisi ini mengkhawatirkan, mengingat Indonesia akan menghadapi pesta demokrasi atau Pemilu 2024. Sehingga peran serta semua pihak penting untuk mencegah masifnya politik uang.”Tidak mudah untuk mengubah suatu kebiasaan atau apapun namanya ya yang sudah terjadi selama ini. Kenapa money politic masih berjalan? Ya saya harus sampaikan 50 persen masyarakat kita itu masih belum sejahtera dan 50 persen lebih itu juga tingkat pendidikannya belum baik. Itu sebetulnya syarat mutlak ya kalau kita ingin demokrasi kita sehat,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (14/8) malam.
Alex mengimbau masyarakat pemilih tidak hanya mengharapkan memperoleh calon pimpinan atau anggota DPR yang berintegritas. Namun, masyarakat sendiri juga harus punya integritas sebagai warga negara.
“Jadi, jangan berharap saja dengan calon pimpinan atau anggota DPRD yang berintegritas, penyelenggara yang berintegrasi. Tetapi tidak kalah pentingnya adalah bagaimana rakyat, masyarakat selaku pemilih itu juga berintegritas. Kan kuncinya di sana bagaimana kita mendorong masyarakat itu untuk menolak setiap tawaran atau apapun,” ujar Alex.
Alex mengungkapkan, tidak jarang uang yang dibagikan dalam praktik politik bersumber dari hasil dugaan korupsi, baik itu bersumber dari APBD maupun APBN. Dari berbagai survei yang termasuk survei KPK sendiri, uang yang digunakan atau dibagi-bagi itu antara lain, ya itu berasal dari dugaan penyimpangan atau korupsi, “Nah bagaimana kita menjaga APBN atau APBD agar tidak disalahgunakan atau tidak dikorupsi. Ya ini juga menjadi tugas dari para kepentingan dalam hal ini misalnya inspektorat atau bendahara di daerah maupun di pemerintah pusat,” ujarnya.(jpg)