ALEXANDER MARWATA AKUI KEKHILAFAN PIMPINAN, BUKAN PENYELIDIK

Sprindik KPK Tak Sebut Kabasarnas Tersangka

Hukum | Minggu, 30 Juli 2023 - 10:14 WIB

Sprindik KPK Tak Sebut Kabasarnas Tersangka
Alexander Marwata (INTERNET)

RIAUPOS.CO - Pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menyalahkan tim penindakan terkait dengan penanganan kasus dugaan suap di Badan SAR Nasional (Basarnas) berbuntut. Melalui surat kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK, para pegawai di kedeputian penindakan dan eksekusi menyampaikan kekecewaan terhadap pimpinan mereka.

Kontroversi memang muncul dalam pernyataan Tanak setelah bertemu dengan tim Puspom TNI pada Jumat (28/7). Tanak menyatakan, telah terjadi kekeliruan atau kekhilafan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap prajurit TNI aktif. Bahkan, Tanak sampai meminta maaf kepada panglima TNI.


Nah, sejumlah pegawai di kedeputian penindakan dan eksekusi meminta pimpinan meralat pernyataan tersebut. Mereka juga menuntut pimpinan meminta maaf kepada publik dan pegawai KPK. Bahkan, pimpinan diminta mengundurkan diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik.

Sumber di internal KPK menyebutkan, ada beberapa hal yang menjadi sorotan terkait dengan penanganan kasus dugaan suap di Basarnas. Semua itu berawal dari pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyebut Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka.

Menurut sumber tersebut, pernyataan Alex yang disampaikan pada Rabu (26/7) malam itu membuat bingung para penyelidik dan penyidik. Sebab, dalam kesimpulan dan saran dari tim, disebutkan secara jelas bahwa penanganan perkara terhadap penyelenggara negara (PN) dan pejabat terkait di Basarnas selaku penerima suap dikoordinasikan secara koneksitas.

Dalam tiga surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan KPK, tidak ada satu pun yang menulis nama HA dan ABC sebagai tersangka. Sprindik untuk tiga pengusaha pemberi suap itu hanya mencantumkan bahwa Kabasarnas dan ABC sebagai pihak yang menerima hadiah atau janji dari Marilya, Mulsunadi Gunawan, dan Roni Aidil.

”Oknum TNI tidak di-state (statement, red) sebagai tersangka, Jadi, tidak ada yang salah dari kami (pegawai penindakan KPK yang melakukan OTT),” ungkap pegawai yang tidak ingin namanya disebut tersebut. ”Jadi, status (Kabasarnas dan ABC) belum tersangka sesuai dengan yang tercantum dalam tiga sprindik itu (tiga pemberi suap),” lanjutnya.

Terpisah, Alex memberikan klarifikasi terkait dengan penyebutan Kabasarnas HA dan ABC sebagai tersangka pada Rabu (26/7). Alex menyebut Pasal 1 butir 14 KUHAP mengenai pengertian tersangka. Yakni, seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasar bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Menurut dia, dalam OTT itu pihaknya sudah mengantongi setidaknya dua alat bukti. Yaitu, keterangan para pihak yang tertangkap dan uang tunai. Selain itu, pihaknya mendapatkan bukti elektronik berupa rekaman penyadapan dan percakapan. ”Artinya, dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Dalam ekspose yang dihadiri penyelidik, penyidik, penuntut umum, pimpinan, dan Puspom TNI juga tidak ada satu pun pihak yang menolak atau berkeberatan untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka. Lima orang itu terdiri atas tiga pengusaha dan dua prajurit TNI aktif. ”Untuk oknum TNI, penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI,” terangnya.

Karena penanganannya akan dilakukan TNI, KPK tidak menerbitkan sprindik untuk HA dan ABC. ”Secara administratif, nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya pidana dari KPK,” jelasnya.

Alex menegaskan, persoalan tersebut bukan salah penyelidik, penyidik, maupun jaksa KPK. ”Jika dianggap sebagai kekhilafan, itu kekhilafan pimpinan,” tuturnya.

Dia memastikan, para petugas KPK yang menangani kasus di Basarnas sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya.

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan punya pandangan lain perihal penanganan kasus dugaan suap Kabasarnas. Mereka mendukung KPK untuk menuntaskan kasus tersebut melalui peradilan umum, yakni pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Bukan peradilan militer sebagaimana yang disampaikan Puspom TNI.

”Langkah KPK menyerahkan proses hukum dua prajurit TNI aktif kepada Puspom TNI dengan alasan yurisdiksi hukum adalah langkah yang keliru,” kata Al Araf, anggota koalisi, kemarin.

Masyarakat sipil berpandangan, KPK bisa menangani kasus korupsi yang melibatkan militer aktif dengan menggunakan UU KPK. Dalam Pasal 42 UU KPK disebutkan bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tipikor yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

Untuk Kabasarnas yang berstatus penyelenggara negara, kata dia, penyidik bisa menggunakan Pasal 11 UU KPK. Pasal itu menyebutkan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor.

”KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialis derogat legi generali (UU yang khusus mengesampingkan UU yang umum),” paparnya. ”Jadi, KPK tidak perlu minta maaf (kepada panglima TNI),” tutur Al Araf.

Menurutnya, permintaan maaf dan menyerahkan perkara dua prajurit aktif tersebut ke Puspom TNI berpotensi akan menghalangi pengungkapan kasus itu secara transparan dan akuntabel. ”Bahkan bisa menjadi jalan impunitas bagi keduanya (HA dan ABC),” ungkapnya.

Di sisi lain, terkait dengan kabar pengunduran diri Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Brigjen Asep Guntur, KPK belum memberikan komentar. Begitu pula Asep. Saat dikonfirmasi, Asep tidak menjawab pesan singkat yang dikirim JPG.

Sebelumnya, beredar kabar bahwa Asep mengundurkan diri sebagai Dirdik serta Plt deputi penindakan dan eksekusi KPK. Dalam pesan WhatsApp yang diterima JPG, pengunduran diri tersebut merupakan buntut polemik OTT di Basarnas dan hasil pertemuan KPK dengan jajaran Pom TNI pada Jumat (28/7).(tyo/c14/fal/jpg/muh)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook