PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangkan 21 saksi pada sidang lanjutan tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil, Rabu (1/11). Di antara yang hadir di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru itu adalah para camat.
Seluruh camat di Kabupaten Kepulauan Meranti juga mendapat instruksi dari Adil untuk menyetorkan uang potongan pencairan GU dan UP 10 persen. Dari semua camat yang hadir, hanya satu yang mengaku tidak ikut menyetorkan uang ke Adil yakni Camat Merbau, Indat.
Kepada JPU, Indat menyebutkan, dirinya mengaku tidak ikut melakukan perbuatan salah tersebut karena merasa tidak takut dengan Adil, termasuk soal ancaman akan dinonjobkan. ‘’Saya tidak ikut. Saya tidak takut mutasi karena saya tidak pernah meminta (jabatan, red),’’ kata salah satu camat paling senior di Kabupaten Kepulauan Meranti ini.
Indat mengaku informasi permintaan pemotong 10 persen setiap pencairan GU dan UP dari Bupati Adil itu didapat dari Forum Camat Kepulauan Meranti. Dikatakannya, forum camat menyampaikan informasi itu setelah mendapat instruksi dari Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih.
Sama seperti Indat, seluruh camat bersaksi permintaan pemotongan pencairan anggaran itu datang dari Nengsih. Hal ini juga diakui Camat Masnawi. ‘’Yang menyampaikan Fitria Nengsih, lewat Forum Camat, katanya perintah Bupati,’’ sebutnya.
Kemudian JPU KPK bertanya apakah mereka tidak keberatan. Lalu mereka juga ditanya apakah tidak ada yang menanyakan langsung ke Bupati perihal itu. Masnawi menjadi salah satu yang menjawab tidak. ‘’Karena ini perintah dari bupati, kami dilematis. Kami tetap melaksanakan walaupun berat hati,’’ kata Masnawi.
Para camat yang hadir bersaksi pada sidang itu juga mengaku tidak menyetorkan langsung ke Bupati Adil, melainkan melalui ajudan bupati bernama Fadhil. ‘’Uang ditransfer ke rekening Fadhil,’’ jawab Masnawi.
Pada kesempatan itu, Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta juga bertanya apakah potongan itu tidak mengganggu pembiayaan di kecamatan yang anggarannya kecil? Para camat, termasuk camat bernama Hasan mengaku bisa menutupinya. ‘’Ditutupi dengan pemotongan (uang) perjalanan dinas, makan dan minum serta uang ATK,’’ jawab Hasan.
Majelis Hakim kembali menekankan pertanyaan yang sudah ditanyakan jaksa itu. Lalu hampir semua camat yang hadir melakukan hal yang sama. Yaitu menutupi kekurangan anggaran akibat potongan 10 persen tersebut dengan anggaran yang menjadi hak mereka sebagai pejabat camat dan beberapa kegiatan lainnya.
Pada kesempatan itu, Hakim Anggota Salomo Ginting memastikan kembali keterangan para saksi, terutama para camat yang mengaku tidak pernah menyerahkan langsung uang potongan itu kepada Adil. Salomo juga mencecar kelakuan para camat yang tidak komplain, bahkan tidak mengkonfirmasi instruksi Adil yang disampaikan Fitria Nengsih itu.
‘’Bapak-bapak ini pekerja keras, terdepan dalam pelayanan, tapi anggarannya kecil. Saya tahu, banyak juga teman saya lulusan IPDN yang jadi camat. Perlu dicamkan ini, terutama (camat) masih aktif. Bapak/ibu, harus dipertanyakan hal-hal demikian, karena ini menyangkut uang negara,’’ Salomo mengingatkan.
Selain para camat, para saksi lainnya merupakan pejabat rendah di beberapa OPD. Dari 21 saksi, yang terbanyak adalah Bendahara Pembantu dan PPTK. Mereka diminta bersaksi untuk memperkuat keterangan para bendahara pengeluaran, para atasan mereka yang telah diperiksa sebagai saksi pada sidang-sidang sebelumnya. Sidang kemudian ditunda dan dilanjutkan hari ini. Masih dalam agenda lanjutan pemeriksa saksi.(end)