Ahad (17/4) pagi ada peristiwa unik. Ribuan warga masyarakat berkumpul di Jalan Diponegoro Pekanbaru (Riaupos.co, 17/4/2022). Mereka bukan mau demonstrasi. Mereka adalah peserta Riau Mengaji dalam rangka menyambut peringatan Nuzulul Quran. Kenapa tidak di masjid? Ini terkait syiar dan dakwah.
Ribuan orang ini mau mengenalkan Alquran, mengajak umat Islam membaca, mencintai, memahami, dan mengamalkan Alquran. Alquran adalah kalamullah, wahyu Allah sekaligus pedoman dan petunjuk bagi umat manusia agar selamat di dunia dan di akhirat.
Namun menurut Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Komjenpol (Purn) Syafrudin(Republika, 12/4/2021) sebanyak 65 persen penduduk muslim Indonesia tidak bisa membaca Alquran. Bagaimana mungkin negeri ini bisa bangkit, maju dan berjaya kalau mayoritas penduduknya tidak bisa membaca pedoman hidupnya?
Di sinilah urgensinya mengenalkan Alquran pada bulan Ramadan ke publik seperti yang dilakukan masyarakat Riau pada hari Ahad (17/4) pagi di Jalan Diponegoro tersebut. Ramadan adalah bulan Alquran. Pada bulan inilah untuk pertama kalinya Alquran diturunkan oleh Allah SWT.
Alquran diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizatnya yang paling istimewa. Kemukjizatan Alquran tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ini berbeda dengan mukjizat para rasul lainnya. Mukjizat mereka berlaku hanya saat mereka hidup. Mukjizat Nabi Musa As dalam membelah lautan, misalnya, hanya terjadi dan disaksikan oleh orang-orang yang hidup pada zamannya.
Adapun kemukjizatan Alquran berlaku hingga akhir zaman meski Rasulullah SAW -sebagai pembawanya telah lama wafat. Allah SWT berfirman yang artinya: "Sungguh Kamilah yang telah menurunkan Alquran. Sungguh Kami pula yang menjadi Penjaganya" .(QS Al-Hijr [15]: 9).
Mengomentari ayat di atas, Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan, "Kalimat sungguh Kami pula yang menjadi Penjaganya, yakni dari kepunahan, penambahan dan pengurangan. Alquran adalah hujjah Kami atas para makhluk hingga hari kiamat. Kami menurunkan Adz-Dzikra (Alquran) sebagai petunjuk, rahmat, obat, dan cahaya." (Lihat: Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wajiz, QS Al-Hijr [15]: 9).
Berinteraksi dengan Alquran
Interaksi dengan Alquran wajib dilakukan jika kita berharap selalu berada di jalan yang lurus. Sejarah mencatat, kejayaan umat Islam berbanding lurus dengan tingkat interaksi mereka dengan Alquran. Jika interaksi umat Islam dengan Alquran tinggi maka kejayaan, kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat sudah pasti menjadi milik mereka.
Sebaliknya, jika mereka jauh dari Alquran maka kesedihan, kekhawatiran, dan kesengsaraan sudah pasti akan menimpa mereka di dunia maupun di akhirat (As-Sa’di, Taysir Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, 1/50).
Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan bahwa membaca Alquran adalah cara paling mudah untuk meraih cinta Allah SWT. Sabda beliau, "Siapa saja yang mengharapkan cinta Allah dan Rasul-Nya hendaklah membaca Alquran." (HR Ibnu Adi, Abu Nu’aim dan Al-Baihaqi). Bahkan Abdullah bin Mas’ud ra berkata, "Siapa saja yang mencintai Alquran akan mencintai Allah dan Rasul-Nya." (HR Ath-Thabarani).
Bukti terbesar cinta seseorang pada Alquran adalah dengan berusaha memahami, merenungi dan memikirkan makna-maknanya. Sebaliknya, bukti kelemahan cinta seseorang pada Alquran adalah berpaling dari Alquran dan tidak merenungi maknanya. Imam Al-Qurthubi mengatakan: Men-tadabburi Alquran adalah wajib. Dengan jalan tadabbur-lah diketahui makna-makna Alquran yang sesungguhnya (Al-Qurthubi, Jami’ Ahkam Alquran, 5/290).
Allah SWT telah dengan gamblang menjelaskan bahwa Alquran adalah petunjuk (Al-Huda) bagi manusia. Namun, masih saja ada manusia yang mencari jalan selain Alquran. Mereka tidak peduli pada Alquran. Mereka tidak mau mengimani Alquran. Mereka merasa terganggu dengan bacaan Alquran.
Mereka menolak isi dan aturan yang ada di dalam Alquran. Mereka dengan berani mengatakan Alquran sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa Alquran mengekang kebebasan (HAM). Tindakan mereka jelas merupakan tindakan yang lancang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Jangan Mengabaikan Alquran
Perilaku mengabaikan Alquran (Hajr al-Qur’an) adalah dosa besar. Allah SWT mencela orang-orang yang berperilaku demikian. Banyak perilaku yang termasuk Hajr Alquran (mengabaikan Alquran).Tidak meyakini kebenaran Alquran. Tidak mau mendengarkan dan tidak memperhatikan Alquran.
Mengaku mengimani Alquran, tetapi tidak mau mempelajarinya. Mempelajari kandungan Alquran, tetapi jarang sekali membacanya. Sering membaca Alquran, tetapi tidak men-tadabburi-nya. Kadang merenungi makna dan memahami ayat-ayat Alquran, tetapi enggan mengamalkannya.
Tidak menghalalkan apa yang telah dihalalkan Alquran. Tidak mengharamkan apa yang diharamkan Alquran. Tidak menjadikan Alquran sebagai sumber aturan dan hukum untuk mengatur kehidupan. Mencari ketenangan dan penyelesaian masalah bukan dari Alquran. Semua itu adalah perilaku Hajr Alquran (pengabaian terhadap Alquran).
Al-Hafizh Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah SWT telah mengabarkan tentang keluhan Rasul-Nya atas perilaku kaumnya yang artinya: "Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sebagai sesuatu yang diabaikan".(QS Al-Furqan [25]: 30).
Keluhan itu terucap karena perilaku umatnya yang tidak mau memperhatikan dan mendengarkan Alquran. Allah SWT berfirman: "Orang-orang kafir berkata, "Janganlah kalian mendengarkan Alquran dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya agar kalian menang". (QS Fushshilat [41]: 26).
Jika Alquran dibacakan, mereka merasa risih. Mereka lalu membuat gaduh atau perkataan lain yang secara sengaja dilakukan agar Alquran tidak didengar. Maka perbuatan ini termasuk dalam kategori Hajr Alquran (mengabaikan Alquran).
Demikian pula tidak mengamalkan Alquran. Tidak melaksanakan perintah-perintah Alquran. Tidak menjauhi larangan-larangan Alquran. Berpaling dari Alquran ke hal lain (seperti lebih senang dan tenang mendengar dan melantunkan syair, musik, lagu atau nyanyian) selain Alquran.
Sibuk mempelajari perkataan, permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain Alquran. Semua itu, menurut Ibnu Katsir, termasuk perilaku mengabaikan Alquran (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-Azhim, 6/108).
Ibn Qayyim Al-Jauziyah pun menyebutkan sejumlah perilaku Hajr Alquran (mengabaikan Alquran) seperti: tidak mau mendengarkan Alquran; tidak mengamalkan kandungannya; tidak menghalalkan apa yang dihalalkan Alquran; tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Alquran meski membaca dan mengimani Alquran; tidak berhukum dan tidak menjadikan Alquran sebagai landasan hukum, baik dalam masalah ushul (pokok) ataupun furuu’ (cabang); tidak mentafakuri dan men-tadabbur Alquran; tidak berupaya mengetahui apa yang Allah kehendaki dalam Alquran; tidak menjadikan Alquran sebagai obat penyembuh bagi berbagai macam penyakit hati dan fisik; atau (lebih mengutamakan) mencari obat penyembuh selain Alquran (Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Al-Fawa’id, 1/82).
Orang yang berpaling dari Alquran, dadanya akan terasa sempit dan sesak meskipun dia memiliki harta yang berlimpah: "Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Alquran), sungguh bagi dia penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada hari kiamat dalam keadaan buta".(QS Thaha [20]: 124-125).
Akibat mengabaikan Alquran, negeri yang kaya dengan sumber daya alam ini justru jatuh terpuruk pada zona kemiskinan. Negeri yang begitu luas ini terasa sempit. Sumber daya alamnya yang melimpah tidak menjadikan mayoritas rakyatnya hidup bahagia. Sebaliknya, rakyat serasa hidup pada zaman kolonial; rakyat dicekik pajak upeti oleh para kompeni. Pribumi serasa hidup di negeri orang.
Manfaatkan Momentum Ramadan
Ramadan adalah bulan Alquran. Karena itu sejatinya Ramadan dijadikan oleh kaum muslim momentum untuk kembali meningkatkan interaksi kita dengan Alquran. Caranya tentu dengan mengamalkan seluruh isi al-Quran. Jika Ramadhan saja bisa mulia karena Alquran turun di dalamnya, apalagi manusia. Manusia akan mulia jika semua aktivitas kehidupan mereka diatur dengan Alquran.
Oleh sebab itu mengamalkan Alquran dalam seluruh sendi kehidupan adalah sebuah keniscayaan. Mengamalkan Alquran adalah wujud nyata ketakwaan kepada Allah SWT. Jika puasa Ramadan benar-benar menghasilkan ketakwaan kepada pelakunya, sejatinya mengamalkan Alquran pasti akan menghasilkan rahmat dan kerbekahan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman : "Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan menurunkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu Kami menyiksa mereka karena apa yang mereka perbuat itu (TQS Al-A’raf [7]: 96).
Sekali lagi, di sinilah urgensi mengenalkan Alquran pada semua kalangan seperti yang dilakukan ribuan masyarakat Riau di Jalan Diponegoro, Ahad (17/4) kemarin. Wallahu a’lam bish-shawwab.***