PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Terdakwa dugaan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) suap dan gratifikasi BupatiKepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil hadir secara langsung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (14/9). Tujuh saksi dihadirkan dalam sidang kemarin.
Salah seorang saksi Bambang Suprianto, menyebutkan telah menolak permintaan Adil yang memerintahkan seluruh Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kepulauan Meranti untuk mengumpulkan duit untuk ‘mengondisikan’ laporan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia agar meraih laporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Bambang Suprianto, mengatakan, uang yang akan dikumpulkan senilai Rp1 miliar itu akan ditujukan kepada Auditor BPK RI Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa. ‘’Saat itu beliau (Adil, red) bilang tolong dipersiapkan dan dikondisikan,” kata Bambang, yang saat itu menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti.
Ucapannya itu kemudian ditanyakan lagi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agung Satrio Wibowo. ‘’Maksud dipersiapkan dan dikondisikan itu adalah termasuk uang untuk auditor BPK?’’ tanya dia. ‘’Bagi saya, itu perintah untuk mempersiapkan semua administrasi maupun dokumen sebelum BPK entry briefing,’’ jelas Bambang.
Bambang mengetahui, Adil telah memanggil para pimpinan OPD ke rumah dinasnya. Pertemuan itu menurutnya membahas pemberian uang suap untuk Tim Auditor BPK Riau agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti mendapat penilaian laporan keuangan WTP.
Kepada JPU KPK, Bambang mengatakan bahwa dirinya tidak diundang Adil dalam pertemuan untuk mengumpulkan uang itu. Mengapa tidak diundang? Bambang menjawab mungkin karena dirinya menolak perintah Adil untuk mengumpulkan uang. ‘’Mungkin karena saya satu-satunya yang menolak perintah beliau,’’ kata Bambang menjawab JPU KPK.
Setelah Adil mengumpulkan para Kepala OPD itu, Bambang mengaku ditemui tiga kepala bagian (kabag) yang menjadi bawahannya langsung di Sekretariat Daerah (Setda). Ketiganya meminta persetujuannya untuk mengkondisikan uang untuk auditor BPK yang saat itu sedang melakukan audit Keuangan Pemkab Kepulauan Meranti 2022. ‘’Yang datang menghadap kepada saya itu diantaranya, Kabag Kesra Syahfrizal, Kabag Umum Tarmizi, dan Kabag Protokol Yusran. Mereka meminta persetujuan memotong anggaran di masing-masing bagian,’’ kata Bambang.
Bambang mengaku dirinya menolak permintaan persetujuan tiga bawahannya. Namun, lanjut Bambang, ketiganya terus berupaya agar mendapatkan persetujuannya, bahkan sampai tiga kali. ‘’Tetapi tetap saya katakan, jangan ditanggapi (permintaan Bupati Adil, red). Itu (pemberian uang, red) tidak lazim,’’ ungkap Bambang mengulangi kata-katanya yang pernah ia ucapkan ke para bawahannya tersebut.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Muhammad Arif Nuryanta dengan hakim Anggota Salomo Ginting dan Adrian HB Hutagalung itu, selain Sekda Meranti, juga hadir Plt Kadis PUPR Fajar Triasmoko, Kabid Sumber Daya Air PUPR Sugeng Widodo, Bendahara Pengeluaran PUPR Adi Putra, Sekretaris BKD Meranti Mukhlisin, dan seorang saksi lainnya bernama Suwardi.
Diketahui, Adil didakwa JPU KPK dengan tiga kasus sekaligus. Pertama, Adil melakukan korupsi bersama-sama dengan mantan Plt Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih sebesar Rp17,28 miliar. Pada kasus ini, Adil didakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU) kepada masing-masing kepala OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti. Pemotongan itu dilakukan terdakwa di APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Rinciannya, di tahun 2022 sebesar Rp12,26 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp5,01 miliar. Akibat perbuatannya itu, JPU menjerat Adil dengan Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kedua, Adil didakwa telah menerima suap dari mantan Plt Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tabur Muthmainnah Tour, perusahaan travel haji dan umrah. Adil menerima fee sebesar Rp750 juta dari program memberangkatkan 250 jemaah umrah.
Untuk kasus kedua ini, Adil dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999.
Ketiga, Adil bersama Fitria Nengsih didakwa memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksanaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa pada Januari hingga April 2023. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, di parkiran mal di Pekanbaru, dan di parkiran salah satu hotel di Pekanbaru. ‘’Terdakwa melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada Muhammad Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebesar Rp1 miliar,’’ sebut JPU dalam dakwaan.
Selanjutnya, di kasus ketiga ini, Adil dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.(end)