PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - Pemko Pekanbaru melalui Dinas Pendidikan (Disdik) akan memulai proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2021-2022 mulai 1-7 Juli 2021 untuk tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya, Disdik diminta untuk mencari solusi terhadap masalah jarak sekolah yang terlalu jauh dari rumah satu wilayah.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri, Rabu (9/6). Ia menyebutkan beberapa kecamatan yang masih minim SMP negeri. Akibatnya, banyak calon peserta didik baru yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena terhambat zonasi.
‘’Seperti di wilayah Kecamatan Bina Widya dan Kecamatan Tuah Madani (pemekaran Kecamatan Tampan, red). Sudah banyak keluhan wali murid dari wilayah ini. Mereka khawatir anaknya tidak bisa masuk sekolah negeri karena lokasi sekolah jauh-jauh. Ditambah lagi faktor ekonomi
yang tidak mungkin masuk sekolah swasta," katanya.
Ditambahkannya, ada daerah tertentu, jarak sekolah yang buka penerimaan dengan rumah tinggal calon siswa didik terlalu jauh 2 KM sampai 3 KM. "Tentu ini solusinya harus ada, " ujarnya menambahkan.
Ia menyarankan untuk dilakukan revisi sesuai wilayah sekolah.
"Revisi yang dimaksud itu adalah revisi jaraknya. Harus ditinjau ulang supaya bisa mencakup seluruh calon peserta didik baru. Apalagi yang dari keluarga miskin," kata Azwendi lagi.
Diakuinya, beberapa wilayah di Pekanbaru mungkin tidak ada masalah dengan sistem dan jarak zonasi yang ditentukan pemerintah. Tapi untuk wilayah dua kecamatan tadi, banyak menjadi keluhan. "Dan setiap kali PPDB selalu jadi masalah dan sampai saat ini belum ada solusi," katanya.
Saat ditanya kemungkinan membangun gedung sekolah baru, Azwendi mengaku dirinya sudah sarankan ke Pemko Pekanbaru agar setiap kelurahan itu ada sekolah. "Harus ada rencana bangun sekolah di setiap kelurahan, baik SMP, SD. Bangun setiap kelurahan supaya bisa mengakomodir dan harus ada jaminan semua anak bangsa ini bisa sekolah tanpa harus repot-repot memikirkan masalah zonasi sekolah," tegasnya.
Solusi terakhir, menurut Awzendi, bisa dilakukan merger bangunan SD jika kemampuan anggaran daerah tidak mampu untuk bangun sekolah baru. "Ini solusi, ya tidak masalah juga. Tapi memang harus cepat prosesnya karena ini sudah dari tahun ke tahun dikeluhkan," tutupnya.(gus)