P2G BERALASAN SEBARAN SEKOLAH BELUM MERATA

Evaluasi PPDB Zonasi, Jangan Dihapus

Nasional | Sabtu, 12 Agustus 2023 - 10:45 WIB

Evaluasi PPDB Zonasi, Jangan Dihapus
ILUSTRASI (DOK RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penghapusan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi terus muncul. Namun, Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menolak wacana penghapusan jalur zonasi tersebut.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, pihaknya tidak sepakat atas rencana penghapusan PPDB zonasi dan afirmasi. Langkah tersebut berpotensi menyebabkan biaya sekolah makin mahal.


Bagi anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri, mereka terpaksa harus bersekolah di sekolah swasta dengan biaya tinggi. "Kami P2G setuju untuk dikaji ulang, evaluasi total. Bukan menghapus," tegasnya, Jumat (11/8).
 
Tujuan utama PPDB sejatinya baik. Yakni, menciptakan keadilan dalam pendidikan, mendekatkan anak untuk bersekolah sehingga relatif tidak berbiaya dari segi transportasi dan lebih aman karena jangkauan rumah, hingga memprioritaskan anak dari keluarga miskin atau ekonomi lemah untuk bersekolah.

Di sisi lain, salah satu pokok pangkal masalah PPDB selama ini adalah ketidakmerataan sebaran sekolah negeri di seluruh wilayah Indonesia. Persoalan itulah yang didesak untuk dituntaskan terlebih dahulu ketimbang menghapus jalur zonasi.  "Bangun sekolah dengan basis analisis data demografis," ujarnya.

Dengan begitu, tak ada lagi sekolah yang kekurangan maupun tidak punya siswa. Atau sebaliknya, ada sekolah negeri yang tidak mampu menyerap semua calon siswa karena keterbatasan ruang kelas.  "Jadi, kalau pemerintah langsung menghapus PPDB, ini akan berpotensi melahirkan ketidakadilan baru dan terkesan reaktif saja," ungkapnya.

Pemerintah, diminta terlebih dahulu melakukan evaluasi total PPDB sejak diimplementasikan tujuh tahun lalu. Kemendikbudristek, pemda, Kemendagri, Kementerian PUPR, dan pihak-pihak terkait bisa duduk bersama melakukan evaluasi. Pelibatan itu diperlukan karena PPDB tak hanya terkait dengan pendidikan, tapi juga dengan data demografis, infrastruktur sekolah, akses jalan, dan sarana transportasi.

Senada, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai, penghapusan jalur zonasi bukan solusi terkait karut-marut PPDB. Sebab, tidak ada yang salah dengan program tersebut.

Menurut dia, persoalan zonasi PPDB muncul lantaran kurangnya sinergi antara pusat dan daerah. Pemda membuat aturan sendiri berdasar penafsirannya. Sementara itu, Kemendikbudristek kurang aktif dalam hal pembinaan. Sinergi diperlukan agar masalah teknis dan kesalahan paradigma di lapangan bisa terselesaikan. "Jadi, bukan dihapus solusinya," tegasnya.

Sehari sebelumnya, diberitakan Presiden Joko Widodo membuka opsi menghapuas sistem PPDB zonasi. Dia menyebutkan ada peluang penghapusan PPDB zonasi tersebut dan pemerintah tengah mengkaji hal ini. "(Sedang, red) dipertimbangkan. Akan dicek secara mendalam dulu plus minusnya," katanya, Kamis (10/8).

Sebelumnya, sinyal ini sempat disampaikan pula oleh Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani usai bertemu Jokowi di Istana Negara. Ia menyebutkan, Presiden sedang mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi tahun depan. "Tapi ini sedang dipertimbangkan," katanya.

Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan sejumlah aspirasi terkait PPDB zonasi. Dia telah memberi tahu Jokowi bahwa penerimaan peserta didik baru melalui sistem ini telah menimbulkan problem di banyak tempat.

Dia menyadari bahwa kebijakan zonasi ini untuk memeratakan sekolah unggul. Namun, sayangnya, implementasi jauh dari tujuan. "Yang terjadi justru sekolah unggul jadi unggul, yang nggak unggul malah tidak unggul. Bahkan menimbulkan ketidakadilan di beberapa tempat," katanya.

Muzani menyebutkan, niat awal zonasi hingga kini belum tercapai. Dia turut prihatin karena justru terjadi masalah di beberapa tempat. "Hampir di seluruh provinsi," ungkapnya.

Oleh karenanya, dia mendorong Presiden untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Perlu penyempurnaan dalam pelaksanaan teknisnya sehingga tak menimbulkan masalah seperti sebelum-sebelumnya.

Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus terkait pelaksanaan PPDB. Satgas bertugas untuk mengevaluasi jalannya PPDB sebelumnya.

"Saat ini, Kemendikbudristek telah membentuk satgas yang bertugas khusus untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah demi meningkatkan pelaksanaan PPDB di masa mendatang," ujar Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek Anang Ristanto, Kamis (10/8).
Anang menegaskan, Kemendikbudristek selalu terbuka dalam menerima semua masukan dan saran terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Seluruh masukan dan saran yang masuk kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan, termasuk perbaikan dalam pelaksanaan PPDB di seluruh daerah di Indonesia. "Kemendikbudristek selalu terbuka untuk menerima semua masukan dan saran," ungkapnya.

Alih-alih menghapus PPDB zonasi, banyak pihak yang sebetulnya lebih menginginkan Kemendikbudristek untuk lebih memperhatikan implementasi zonasi di lapangan. Meski, hal ini kerap disebut Kemendikbudristek sebagai tanggung jawab dari pemerintah daerah masing-masing, sebagai penyelenggara pendidikan di daerah.

Namun, aturan PPDB sendiri merupakan milik Kemendikbudristek. Terlebih, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ada celah di regulasi untuk melakukan kecurangan itu sendiri. "Sumber kegaduhan PPDB adalah pada regulasinya sendiri. Yaitu Permendikbud No 1 tahun 2021," katanya.

Aturan ini telah ditafsirkan secara beragam oleh masing-masing pemerintah daerah. Mulai dari acuan penerapan seleksi berdasarkan usia, aturan pindah Kartu Keluarga (KK) hingga jalur prestasi yang tidak jelas parameternya. "Permendikbud 1/2021 harus direvisi atau bahkan diganti," tegasnya.

Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf pun berpandangan sama. Ia meminta Kemendikbudristek mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan PPDB agar kecurangan-kecurangan tak terulang kembali. Apalagi, jika hingga Oktober keluhan dan laporan Ombudsman terus mengalir.

Dede menilai, zonasi tetap ada untuk warga sekitar. Namun, juga harus dikombinasikan data Dapodik sebelumnya yang mencatat memang calon peserta didik tersebut bersekolah di SD/SMP di sekitar situ. "Ini sudah kami minta dari sebelum reses, untuk dilakukan evaluasi total," katanya.

Kalau perlu, lanjut dia, dibuat sistem baru atau menggunakan tes seperti sebelumnya. Tes ini, tetap memberi afirmasi sekian persen untuk siswa tidak mampu, disabilitas, dan berprestasi. Sehingga, tak hanya mengandalkan rapor karena rapor bisa dibesar-besarkan nilainya.

Seperti diketahui, tahun ini, pelaksanaan PPDB kembali bermasalah. Banyak dugaan kecurangan yang ditemukan. Modusnya masih sama. Salah satunya, soal pemalsuan alamat rumah hingga ganti KK. Akibatnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan membatalkan nama dari 4.719 calon siswa baru yang disinyalir melakukan kecurangan pada pendaftaran PPDB tahun ini.(mia/c6/bay/das)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook