JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Permasalahan yang muncul saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menyebutkan ada peluang penghapusan PPDB zonasi tersebut dan pemerintah tengah mengkaji hal ini.
“(Sedang, red) dipertimbangkan. Akan dicek secara mendalam dulu plus minusnya,” kata Presiden Jokowi dalam wawancara seusai menjajal LRT Jabodetabek, Kamis (10/8).
Sebelumnya, sinyal ini sempat disampaikan pula oleh Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani usai bertemu Jokowi di Istana Negara. Ia menyebutkan, Presiden sedang mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi tahun depan.
“Tapi ini sedang dipertimbangkan,” katanya.
Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan sejumlah aspirasi terkait PPDB zonasi.
Dia telah memberi tahu Jokowi bahwa penerimaan peserta didik baru melalui sistem ini telah menimbulkan problem di banyak tempat.
Dia menyadari bahwa kebijakan zonasi ini untuk memeratakan sekolah unggul. Namun, sayangnya, implementasi jauh dari tujuan.
“Yang terjadi justru sekolah unggul jadi unggul, yang nggak unggul malah tidak unggul. Bahkan menimbulkan ketidakadilan di beberapa tempat,” katanya.
Muzani menyebutkan, niat awal zonasi hingga kini belum tercapai. Dia turut prihatin karena justru terjadi masalah di beberapa tempat.
“Hampir di seluruh provinsi,” ungkapnya.
Oleh karenanya, dia mendorong Presiden untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Perlu penyempurnaan dalam pelaksanaan teknisnya sehingga tak menimbulkan masalah seperti sebelum-sebelumnya.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus terkait pelaksanaan PPDB. Satgas bertugas untuk mengevaluasi jalannya PPDB sebelumnya.
“Saat ini, Kemendikbudristek telah membentuk satgas yang bertugas khusus untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPDB di daerah demi meningkatkan pelaksanaan PPDB di masa mendatang,” ujar Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek Anang Ristanto, Kamis (10/8).
Anang menegaskan, Kemendikbudristek selalu terbuka dalam menerima semua masukan dan saran terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Seluruh masukan dan saran yang masuk kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan, termasuk perbaikan dalam pelaksanaan PPDB di seluruh daerah di Indonesia.
“Kemendikbudristek selalu terbuka untuk menerima semua masukan dan saran,” ungkapnya.
Alih-alih menghapus PPDB zonasi, banyak pihak yang sebetulnya lebih menginginkan Kemendikbudristek untuk lebih memperhatikan implementasi zonasi di lapangan. Meski, hal ini kerap disebut Kemendikbudristek sebagai tanggung jawab dari pemerintah daerah masing-masing, sebagai penyelenggara pendidikan di daerah.
Namun, aturan PPDB sendiri merupakan milik Kemendikbudristek. Terlebih, menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ada celah di regulasi untuk melakukan kecurangan itu sendiri. ’’Sumber kegaduhan PPDB adalah pada regulasinya sendiri. Yaitu Permendikbud No 1 tahun 2021,’’ katanya.
Aturan ini telah ditafsirkan secara beragam oleh masing-masing pemerintah daerah. Mulai dari acuan penerapan seleksi berdasarkan usia, aturan pindah Kartu Keluarga (KK) hingga jalur prestasi yang tidak jelas parameternya. ’’Permendikbud 1/2021 harus direvisi atau bahkan diganti,’’ tegasnya.
Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf pun berpandangan sama. Ia meminta Kemendikbudristek mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan PPDB agar kecurangan-kecurangan tak terulang kembali. Apalagi, jika hingga Oktober keluhan dan laporan Ombudsman terus mengalir.
Dede menilai, zonasi tetap ada untuk warga sekitar. Namun, juga harus dikombinasikan data Dapodik sebelumnya yang mencatat memang calon peserta didik tersebut bersekolah di SD/SMP di sekitar situ. ”Ini sudah kami minta dari sebelum reses, untuk dilakukan evaluasi total,” katanya.
Kalau perlu, lanjut dia, dibuat sistem baru atau menggunakan tes seperti sebelumnya. Tes ini, tetap memberi afirmasi sekian persen untuk siswa tidak mampu, disabilitas, dan berprestasi. Sehingga, tak hanya mengandalkan rapor karena rapor bisa dibesar-besarkan nilainya.
Seperti diketahui, tahun ini, pelaksanaan PPDB kembali bermasalah. Banyak dugaan kecurangan yang ditemukan. Modusnya masih sama. Salah satunya, soal pemalsuan alamat rumah hingga ganti KK. Akibatnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahkan membatalkan nama dari 4.719 calon siswa baru yang disinyalir melakukan kecurangan pada pendaftaran PPDB tahun ini.(lyn/mia/das)
Laporan JPG, Jakarta