JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Artis Windy Yunita Ghemary alias Windy Idol telah menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK menduga, Windy menerima aliran uang dan mengelola aset milik Sekretaris MA Hasbi Hasan yang menyandang status tersangka.
"Didalami terkait penjelasan dan pengetahuan saksi atas dugaan penerimaan sejumlah uang dari pihak yang terkait perkara ini," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (30/5).
"Saksi ini juga dikonfirmasi terkait dugaan adanya aset-aset yang dikelola saksi," sambungnya.
Sementara itu, Windy usai menjalani pemeriksaan di KPK, Senin (29/5) kemarin, mengaku pernah memiliki bisnis bersama dengan Hasbi Hasan. Dia mengklaim hanya sebentar menjalankan bisnis bersama itu.
"Kalau Pak Hasbi, saya pernah kenal, dulu pernah mendirikan apa. Nanya-nanya AJP (Athena Jaya Production), dulu pernah ada Athena Jaya, kan," ucap Windy.
Windy menyatakan, ia mengundurkan diri dari perusahaan itu lantaran ingin sekolah ke luar negeri. Namun, Windy membantah apabila perusahaan tersebut dipakai untuk pencucian uang Hasbi Hasan.
Sebab, secara keuangan Athena Jaya tidak menghasilkan banyak keuntungan. "Enggak ada penghasilan, Athena Jaya itu tidak besar-besar banget," tegas Windy.
KPK sebelumnya menetapkan Sekretaris MA Hasbi Hasan sebagai tersangka. Hasbi Hasan diduga menerima aliran suap dalam penanganan perkara di MA. Selain Hasbi Hasan, KPK juga menetapkan Komisaris Independen PT Wijaya Karya (Wika) Beton Tbk, Dadan Tri Yudianto sebagai tersangka.
Sosok Hasbi Hasan muncul dalam surat dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno. Diduga, kedua pengacara itu dihubungkan kepada Hasbi Hasan yaitu Dadan Tri Yudianto, Komisaris Independen PT Wijaya Karya (Wika) Beton Tbk.
Yosep Parera dan Eko Suparno ditunjuk oleh Heryanto Tanaka sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung. Terkait perkara pidana, Heryanto melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP Intidana, karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas.
Langkah hukum selanjutnya yaitu Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA RI. Agar pengajuan kasasi Jaksa dikabulkan, Heryanto menugaskan Yosep dan Eko Suparno untuk turut mengawal proses kasasinya di Mahkamah Agung.
Yosep dan Eko diduga telah mengenal baik dan biasa bekerjasama dengan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Desy Yustria sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan, maka digunakanlah jalur Desy dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar SGD 202.000, setara dengan Rp 2,2 miliar.
Untuk proses pengondisian putusan, Desy turut mengajak Nurmanto Akmal yang juga selaku staf di
Kepaniteraan MA dan Nurmanto selanjutnya mengkomunikasikan lagi dengan Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung Gazalba Saleh dan Prasetio Nugroho selaku asisten sekaligus sebagai orang
kepercayaan.
Gazalba Saleh salah satu hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman. Karena itu, Yosep dan Eko berkeinginan terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya Terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
Sebagai realisasi janji pemberian uang, Yosep dan Eko juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar SGD 202.000 melalui Desy Yustria.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman