JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak me Ilustrasi (dok.jawapos.com) mberikan rekomendasi pada organisasi atau oknum masyarkat yang mengaku sebagai "perpanjangan tangan" KPK di daerah.
Karena itu, jika ada oknum yang mengatasnamakan KPK diminta untuk dilaporkan pada aparat penegak hukum. Hal tersebut untuk menjawab keresahan masyarakat, terutama perangkat desa yang didatangi sekelompok orang yang mengaku berafiliasi dengan KPK.
Bahkan, nama yang digunakan hampir sama, yakni komite pemberantasan korupsi yang juga disingkat KPK dan tulisan maupun warnanya sama dengan KPK RI.
Anggota Divisi Pencegahan KPK Arief Nurcahyo mengatakan, KPK sudah memberikan edaran pada seluruh kepala daerah tentang imbauan mengenai oknum yang mengatasnamakan KPK di daerah.
Dalam surat edaran tersebut intinya bahwa KPK tidak memberikan rekomendasi terhadap organisasi mengatasnamakan KPK dan tidak pernah berafiliasi dengan pihak manapun.
"Apabila ada oknum demikian laporkan pada kami," tegasnya.
Arief mengakui adanya pengaduan mengenai oknum yang mengatasnamakan KPK. Termasuk pengaduan yang mengaku sebagai "anak asuh" dari KPK dalam pemberantasan korupsi.
"Tidak ada lembaga lain di bawah KPK atau asuhan dari KPK. Kami tidak ada organisasi lain. KPK nanti tidak akan mentolerir kegiatan seperti itu," terangnya.
Menurutnya, modus yang dilakukan oknum tersebut biasanya datang mengatasnamakan KPK lalu minta feedback atau timbal balik berupa materi, maka harus diwaspadai karena dipastikan bukan bagian dari KPK.
Meski oknum tersebut mengaku bisa melakukan penyelidikan agar diwaspadai, karena yang bisa melakukan penyelidikan korupsi sesuai undang-undang hanya KPK, kepolisian dan kejaksaan.
"Jangan sampai dengan alasan itu bisa melakukan pemerasan," terangnya.
KPK mendorong Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan inspektorat agar ikut serta menampung. Informasi mengenai oknum yang mengatasnamakan KPK kemudian melakukan klarifikasi pada KPK agar oknum bisa dicegah.
Oknum yang mengatasnamakan KPK tersebut meresahkan, karena kadang menakuti aparatur desa. Hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan aparat desa meski sudah melakukan pekerjaan yang benar.
Karena tidak paham dengan hukum terpaksa memberikan sesuatu pada oknum yang mengatasnamakan KPK. Karena itu, APIM didorong untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan aparatur desa sehingga mengetahui hukum dan tata kelola dana desa yang benar.
Kalau sudah paham tidak perlu takut pada oknum yang mencari keuntungan dari desa. "Intinya kalau aparat desa mengetahui aturan yang benar. Terpenting desa juga melakukan transparansi terhadap pengelolaan dana desa, karena kalau sudah transparan semua pihak tidak akan menduga yang lain," tegasnya
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi