JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK tidak serta-merta berlaku bagi Firli Bahuri dkk yang sekarang menjabat. Hal itu bergantung pada penafsiran Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jika presiden menafsirkan putusan itu berlaku surut (retroaktif), menurut mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, masa jabatan Firli Bahuri dkk akan diperpanjang hingga tahun depan melalui revisi surat keputusan presiden. Sebaliknya, bila menafsirkan tidak berlaku surut (prospektif), presiden akan membentuk panitia seleksi (pansel) capim KPK untuk periode 2024 hingga 2029.
”Tafsir atas putusan MK mengenai periodisasi pimpinan KPK menjadi lima tahun sangat bergantung pada presiden dalam menafsirkannya,” kata Zoelva dalam keterangan yang diterima Jawa Pos kemarin (27/5).
Pasca pembacaan putusan MK bernomor 112/PUU-XX/2022 tersebut, Presiden Jokowi belum memberikan tanggapan apa pun. Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangannya menyebutkan bahwa pihaknya masih akan mengkaji amar putusan yang dibacakan pada Kamis (25/5) itu.
Zoelva mengatakan, putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK sejatinya tidak menyebut secara tegas ketentuan retroaktif. Hal tersebut bisa dimaknai bahwa putusan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 34 UU KPK itu tidak berlaku surut atau bukan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini. ”Dalam putusan tidak dijelaskan pertimbangan khusus secara retroaktif. Dengan demikian, (putusan) berlaku secara prospektif,” paparnya.
Zoelva menyebutkan, ada beberapa putusan MK yang secara eksplisit menyebut putusan yang berlaku retroaktif. Salah satunya Putusan MK Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009. Dalam putusan itu diuraikan secara jelas pertimbangan khusus pemberlakuan putusan secara surut (retroaktif).
Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha menambahkan, putusan MK yang kontroversial tersebut tidak seharusnya diberlakukan bagi pimpinan KPK saat ini. Sebab, itu bisa menjadi contoh buruk penggunaan lembaga antikorupsi untuk kepentingan pribadi. ”Karena kita tahu yang mengajukan gugatan (Pasal 34 UU KPK, Red) itu adalah Ghufron (Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Red) secara pribadi, bukan kepentingan lembaga,” terangnya.
Kepentingan Ghufron dalam permohonan uji materi UU KPK, terutama pasal 34 yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK, jelas Praswad, jelas untuk mempertahankan posisinya saat ini. ”Bukan semata-mata bertujuan untuk kepentingan publik,” ujar mantan penyidik senior KPK tersebut.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman