JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan masa depan pemberantasan korupsi semakin terancam terkait berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyatakan, alih-alih menguatkan, revisi UU KPK faktanya telah mereduksi berbagai kewenangan di lembaga antirasuah.
“Problematika pemilihan hingga pelantikan komisioner periode 2019-2023 juga menjadi satu hal yang sangat krusial. Betapa tidak, KPK saat ini terlihat lebih sering menunjukkan kontroversi, ketimbang menuai prestasi,” kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (23/12).
Kurnia menyampaikan, berbagai pelemahan yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR terhadap KPK juga bermuara pada menurunnya kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah tersebut. Dia menyebut, sepanjang tahun 2020, setidaknya lima lembaga survei menyatakan penurunan kepercayaan publik terhadap KPK.
“Dalam sejarah berdirinya KPK, lembaga ini selalu mendapat kepercayaan tinggi dari publik,” cetus Kurnia.
Menurunnya kepercayaan publik terhadap KPK, sambung Kurnia, sebenarnya sudah diprediksi sejak jauh-jauh hari. Pada 2019, publik sudah mengingatkan Pemerintah dan DPR bahwa kebijakan pemberantasan korupsi yang dilakukan akan menciptakan situasi stagnasi bagi penegakan hukum.
“Misalnya, dalam konteks Revisi UU KPK, legislasi itu telah mengikis pondasi utama lembaga pemberantasan korupsi, yakni independensi,” beber Kurnia.
“Sebagaimana amanat pasal 6 UNCAC yang telah diratifikasi melalui UU 7/2006 yang menyatakan lembaga antikorupsi bersifat independen dan terbebas dari kepentingan manapun. Bukan hanya kooptasi kelembagaan pada rumpun eksekutif semata, bahkan, status kepegawaian turut terkena imbasnya,” sambungnya.
Terlebih dalam waktu dekat, seluruh pegawai KPK akan segera bertransformasi menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ditambah lagi dengan pembentukan Dewan Pengawas yang justru semakin memperlihatkan ketidakpahaman dari pemangku kepentingan terhadap suplemen pemberantasan korupsi.
Dalam aksi demonstrasi #ReformasiDikorupsi pada Oktober 2019 lalu, lanjut Kurnia, publik juga sudah mengingatkan agar Presiden Joko Widodo dan DPR mengurungkan niat untuk memilih para komisioner yang memiliki rekam jejak bermasalah. Namun, saran itu seakan dianggap angin lalu.
“Saat ini kekhawatiran publik itu pun terbukti, tatkala mayoritas persoalan-persoalan di KPK bersumber dari para komisioner terpilih itu sendiri. Mulai dari pelanggaran etik, menunjukkan gimik politik, sampai pada permintaan kenaikan gaji yang juga diikuti pembelian mobil dinas. Sehingga, wajar saja, jika beberapa akademisi sudah mulai memikirkan untuk meninggalkan KPK dari gerbong pemberantasan korupsi,” ungkap Kurnia.
Menanggapi pernyataan ini, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan akan membeberkan secara utuh kinerja KPK sepanjang 2020. Namun dia tetap menghargai kritik yang disampaikan.
“Pada akhir tahun 2020 ini, akan kami sampaikan secara utuh kinerja KPK selama setahun. Saat itu tentu akan disampaikan data terkait capaian hasil kerja KPK,” tegas Ali.
Sumber : JawaPos.com
Editor : M Ali Nurman