PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Vaksin measles rubella (MR) atau campak dan rubella belum halal. Namun dibolehkan disuntikkan kepada anak-anak Indonesia. Hal ini berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada 20 Agustus lalu. Perihal ini, Pemprov Riau yang sudah memulai program ini sejak 1 Agustus dipanggil pemerintah pusat ke Jakarta bersama MUI Riau.
Fatwa MUI Nomor 33/2018 baru dikeluarkan perihal vaksin MR setelah dua pekan pelaksanaan imunisasi di Riau dan provinsi lainnya di Sumatera serta Kalimantan sebagai tahap kedua program pemerintah. Sebelumnya tahap pertama sudah dilakukan terhadap jutaan anak-anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Kepala Diskes Riau Hj Mimi Yuliani Nazir perihal fatwa MUI tersebut mengaku pihaknya sepenuhnya mengikuti arahan pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Agar tidak ada kerancuan dalam menerjemahkan fatwa MUI tersebut, maka dia mengajak masyarakat bersabar. “Setelah fatwa, Kamis (hari ini, red) Kadiskes dan Ketua MUI provinsi diundang rapat ke Jakarta terkait hal itu,” ujar Mimi kepada Riau Pos, Rabu (22/8).
Mengenai pelaksanaan imunisasi di Riau, diakui Mimi hingga kini sesuai arahan Kemenkes masih dilaksanakan. Di mana bagi masyarakat yang berkenan diimunisasi anaknya dipersilakan dan bagi yang tidak juga dibolehkan untuk menunggu hingga ada kebijakan lebih lanjut. Khususnya setelah keluarnya fatwa MUI. “Tentu perlu diterjemahkan sesuai fatwa tersebut melalui kebijakan pemerintah. Juga di dalamnya ada pengecualian soal vaksin ini, sehingga mubah atau boleh,” sambungnya.
Mengenai fatwa MUI Nomor 33/2018 tentang penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) untuk imunisasi memutuskan pertama soal ketentuan hukum. MUI menilai penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya, hukumnya haram.
Poin duanya, penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi. Poin ketiganya penggunaan vaksin MR produk dari SII, pada saat ini dibolehkan (mubah).
Dibolehkan karena ada kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah), belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal. Kemudian kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka tiga tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.