JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Harga jagung beberapa waktu melambung hingga Rp6 ribu per kilogram (kg). Hal itu membuat masyarakat, khususnya peternak menjerit. Untungnya, produksi jagung meningkat dan mampu melemahkan harga hingga Rp5 ribu-an per kg.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika mengatakan, defisitnya produksi jagung pakan tidak bisa dijadikan kambing hitam. Ada faktor lain yang mempengaruhi melonjaknya harga jagung pada saat itu.
Menurutnya, pakan menjadi mahal karena dipengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). “Penguatan dolar terhadap rupiah juga memberi pengaruh,” ujarnya dalam diskusi ‘Data Jagung Bikin Bingung’ di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/2).
Di sisi lain, Yeka juga menyoroti kebijakan importasi jagung yang bukan didasari atas kebutuhan dalam negeri. Dia menilai ada tekanan politik yang membuat keran impor akhirnya dibuka.
“Saya mencatat setiap mereka mau melakukan demo ada intervensi. Karena itu kebijakan impor dibuka,” tuturnya.
Selain itu, Yeka juga menyoroti mekanisme pembelian jagung impor yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, mekanisme yang diterapkan oleh Bulog membuat para peternak tidak seluruhnya bisa menikmati impor jagung.
“Ketika importasi ini dilakukan mau menolong peternak nyatanya masih banyak yang mengalami kesulitan. Karena di satu sisi kita tidak memikirkan mekanisme yang bisa diadopsi peternak,” tuturnya.(jpg)