SURABAYA (RIAUPOS.CO) – KPK tidak hanya bergerak pada ranah penindakan, tetapi juga gencar pada upaya-upaya pencegahan. Salah satunya, mengajak masyarakat turut serta dalam pemberantasan korupsi dengan mengisi survei penilaian integritas (SPI). Tujuannya, mengukur risiko korupsi di instansi publik.
Analis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Monitoring KPK Timotius Hendrik Partohap menjelaskan, survei tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi area terjadinya potensi korupsi.
Berdasar identifikasi itu, KPK mengembangkan rekomendasi dan strategi untuk mencegah korupsi di sektor-sektor tersebut. Juga, mengembangkan rekomendasi perbaikan yang konkret di instansi publik tersebut agar tidak terjadi korupsi lagi.
Timotius menuturkan, masyarakat diharapkan turut berperan dengan mengisi survei dari KPK melalui pesan yang dikirim secara massal dari akun resmi. Identitas dan kerahasiaan jawaban responden dilindungi KPK sehingga diharapkan masyarakat dapat mengisi survei secara jujur.
”Ketika data semakin akurat, menggambarkan kondisi riil yang ada di instansi publik tersebut, kami akan semakin mudah memakai datanya,” kata Timotius saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos (JPG), Rabu (20/9).
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, masyarakat juga bisa turut berpartisipasi mengawasi pejabat negara yang berpotensi korupsi dengan mengecek laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dapat diakses secara terbuka. ”Misal, ada yang tahu pejabat tersebut memiliki mobil mewah, tetapi tidak ada di LHKPN, masyarakat bisa menambahkannya sendiri,” ujar Ali.
Dia tidak memungkiri, masih banyak pejabat negara yang melaporkan LHKPN tidak sesuai dengan profilnya. Tidak sedikit hasil verifikasi harta yang dilaporkan di LHKPN menunjukkan tidak wajar, menyimpan banyak misteri, dan tidak sesuai dengan profil pejabat tersebut.
Saat ini KPK juga mulai melakukan penindakan berdasar LHKPN yang tidak wajar. Beberapa pejabat yang menjadi tersangka dengan bukti LHKPN adalah Rafael Alun Trisambodo (eks pejabat Ditjen Pajak), Andhi Pramono (eks kepala Bea Cukai Makassar), dan Eko Darmanto (mantan kepala Bea Cukai Jogjakarta).(gas/c14/fal/jpg)