JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polri telah menuntaskan Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) terhadap mantan Banit Den A Ropaminal Divpropam Polri, Briptu Sigid Mukti Hanggono terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y. Mantan kaki tangan Irjen Pol Ferdy Sambo itu dinyatakan telah melakukan pelanggaran.
“Terkait sidang KKEP Briptu SMH bahwa hasil sidang KKEP terduga pelanggar Briptu SMH telah diperiksa pada hari Senin, tanggal 19 September 2022 sejak pukul 10.00 sampai dengan 17.15 WIB kurang lebih berlangsung selama 7 jam di Ruang Sidang Div Propam Polri, TNCC lantai 1, Mabes Polri," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Nurul Azizah di Mabes Polri, Selasa (20/9).
Nurul mengatakan, lima orang dihadirkan sebagai saksi untuk perkara ini. Briptu Sigid disimpulkan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf C, Pasal 6 ayat 2 huruf B, Pasal 10 ayat 1 huruf F Perpol nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri. “Adapun wujud perbuatan ketidakprofesionalan di dalam melaksanakan tugas," jelasnya.
Briptu Sigid disanksi meminta maaf secara lisan dan tertulis kepada pimpinan Polri termasuk pihak-pihak yang dirugikan. Dia juga dikenakan sanksi pembinaan. “Kewajiban pelanggar mengikuti pembinaan mental, kepribadian, kejiwaan, keagamaan, dan pengetahuan profesi selama satu bulan," ujar Nurul.
Sedangkan untuk sanksi administratif yaitu mutasi bersifat demosi selama satu tahun semenjak dimutasikan ke Yanma Polri atas putusan tersebut pelanggar menyatakan tidak banding. Seperti Diketahui, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR), Irjen Pol Ferdy Sambo (FS), Kuat Ma’ruf (KM), dan Putri Candrawathi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Perlu Usut Sejumlah Kasus yang Belum Terjawab
Langkah Polri menghukum Irjen Ferdy Sambo dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) tersebut memang mendapat apresiasi. Namun, ada berbagai isu yang mengitari kasus Sambo yang belum juga terjawab. Dari konsorsium judi hingga persoalan tindak pidana pencucian uang.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, dalam beberapa waktu ini operasi kepolisian menyasar perjudian meningkat. Seiring dengan isu konsorsium judi yang membelit dalam kasus Sambo. "Tidak bisa dipungkiri, semua berpikir bahwa ada hubungannya," ujarnya, Selasa (20/9).
Masalahnya, hingga saat ini operasi perjudian tersebut belum sampai menyentuh otak dari bisnis perjudian. Aplikasi judi juga masih beroperasi dengan lancar. "Artinya, penangkapan Bandar itu tidak memberantas sampai ke akar-akarnya," tuturnya.
Padahal, Polri memiliki sarana dan prasarana yang canggih. Sangat mudah untuk mengetahui aliran dana perjudian. "Persoalannya soal good will dari Kapolri. Konsisten atau tidak dengan instruksinya," paparnya.
Persoalan berkas perkara Sambo pun kini masih belum klir. Hingga saat ini kejaksaan masih meneliti berkas perkara tersebut, setelah sempat satu kali dikembalikan ke Bareskrim. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, dalam sebuah perkara pidana, jaksa yang akan maju dalam persidangan. “Maka jaksa akan memberikan petunjuk," ujarnya.
Petunjuk itu diperlukan untuk dipenuhi Polri agar jaksa bisa membuat dakwaan dan rencana pembuktian. "Kalau dikembalikan, artinya jaksa kesulitan menyusun dakwaan dan pembuktian," paparnya.
Sementara Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menjelaskan, pihaknya sudah menduga bahwa sidang banding akan menolak pengajuan banding Sambo. Karena perbuatan yang dilakukan Sambo sangat tercela dan merusak citra institusi. "Karena itu sudah saya duga," jelasnya.
Dalam kasus tersebut, Polri telah bekerja on the track. Kebijakan tersebut tepat dan sudah sesuai dengan prosedur. "Sambo di-PTDH sudah tepat. Sambo melakukan penyalahgunaan wewenang terhadap 97 anggota Polri lainnya juga disayangkan," ungkapnya.(idr/jpg)