Laporkan Pimpinan KPK ke Ombudsman

Nasional | Kamis, 20 Mei 2021 - 10:05 WIB

Laporkan Pimpinan KPK ke Ombudsman
Sujanarko (pegawai KPK)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Setelah mengadu ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan sepihak oleh pimpinan mendatangi gedung Ombudsman RI (ORI), Rabu(19/5). Mereka melaporkan indikasi maladministrasi terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilaksanakan KPK.

Sujanarko, perwakilan pegawai KPK menjelaskan laporan yang disampaikan langsung kepada Ketua ORI Mokhammad Najih itu ditandatangani oleh 15 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK. Menurut dia, ORI punya kewenangan untuk menindaklanjuti laporan tersebut. 


"Ombudsman punya kewenangan untuk memanggil secara paksa dan memberi rekomendasi," ujarnya.

Koko, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa dugaan maladminstrasi banyak ditemukan dalam pelaksanaan TWK hingga penonaktifan 75 pegawai. Salah satu output TWK yang dilaporkan adalah penerbitan Surat Keputusan (SK) tentang hasil asesmen TWK. 

"Dari sisi wawancara (TWK) ada 6 indikasi (maladministrasi) yang kami sampaikan," terangnya.

Pegawai senior KPK yang kini dinonaktifkan dari jabatan direktur pembinaan jaringan kerja antarkomisi dan instansi (PJKAKI) itu menambahkan penonaktifan 75 pegawai tanpa boleh bekerja itu sama saja dengan merugikan keuangan negara. Sebab, para pegawai itu semua digaji dari pajak masyarakat yang dibayarkan ke pemerintah.

"Bayangkan nanti kalau ada nonaktif sampai satu tahun, nonaktif sampai 3 bulan, berapa uang negara yang telah dirugikan oleh pimpinan," ungkapnya. 
Karena itu dia berharap ORI segera menindaklanjuti laporan tersebut. Sehingga, kerugian negara yang ditimbulkan dari penonaktifan pegawai tidak berlarut lama. 

"Semakin cepat penyelesaian ini, akan semakin baik," imbuh dia.

Bukan hanya itu, Koko juga menyebut penonaktifan pegawai membuat perkara korupsi yang ditangani KPK nyaris mandek. Termasuk pekerjaan di bidang kerja sama internasional, di biro sumber daya manusia (SDM), dan biro hukum. Itu lantaran di antara 75 pegawai yang nonaktif tersebut bekerja di bidang-bidang itu. 

"Kalau tidak mandek setidaknya itu terganggu dengan nonaktifnya 75 pegawai."

Perwakilan pegawai lain, Rasamala Aritonang menyatakan bahwa persoalan mendasar dalam pelaksanaan TWK itu antara lain terkait transparansi dan akuntabilitas. Menurut dia, TWK mestinya dilaksanakan secara terbuka tanpa ada yang ditutup-tutupi. 

"Ini (TWK) tidak cukup akuntabel mulai dari prosedur sampai dengan persiapan yang dilakukan," terang Kepala Biro Hukum KPK (nonaktif) itu.

Rasamala menyebut pihaknya sudah menyampaikan surat keberatan kepada pimpinan terkait dengan SK nonaktif 75 pegawai TMS. Pihaknya meminta pimpinan mencabut surat yang berisi perintah kepada 75 pegawai untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan itu. 

"Kalau tidak dilakukan, kami meragukan komitmennya (pimpinan, red)," paparnya.

Ketua ORI M Najih menyebut pihaknya segera mengambil langkah-langkah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Dia memastikan untuk menyelesaikan persoalan TWK itu dengan baik. Harapannya masalah itu bisa diselesaikan tanpa kegaduhan. 

"Sehingga semua pihak mendapatkan solusi untuk menguatkan kualitas pemberantasan korupsi," ujarnya.(tyo/jpg)
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook