JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani lebih dari 120 kepala daerah yang dijerat terkait kasus suap, pengadaan, perizinan serta pencucian uang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 49 kepala daerah yang diproses karena terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan, OTT maupun pengungkapan kasus melalui case buiding atau proses hukum terhadap kepala daerah tetap membuka tabir adanya persoalan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Tanpa pengungkapan kasus, bukan tidak mungkin setiap pihak menganggap tidak ada persoalan Pilkada langsung.
Padahal, tingginya biaya politik yang dipicu salah satunya oleh mahar politik membuat kepala daerah rentan melakukan korupsi untuk mengembalikan ongkos yang telah dikeluarkan.
"Jika tidak ada pengungkapan kasus korupsi daerah seperti ini, bukan tidak mungkin banyak pihak akan berpikir kondisi sedang baik-baik saja. Bahkan terkait pendanaan dalam kontestasi politik tidak menjadi perhatian yang serius," kata Febri di Gedung KPK, Senin (18/11).
Pernyataan Febri tersebut menanggapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyebut operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kepala daerah bukan prestasi hebat. Tito menyatakan, sistem politik yang ada saat ini memang menciptakan perilaku koruptif bagi kepala daerah.
Dengan berbagai persoalan terkait Pilkada, selain melakukan penindakan, KPK juga melakukan berbagai upaya pencegahan. Setidaknya terdapat tiga upaya pencegahan utama yang dilakukan KPK terkait sistem politik Pilkada, yakni menggagas program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan di seluruh daerah, usulan penguatan APIP serta pencegahan di sektor politik, termasuk terkait pendanaan politik.
"Upaya pencegahan itu dilakukan, selain agar risiko korupsi bisa lebih ditekan, KPK juga berharap masyarakat lebih menikmati anggaran yang dialokasikan ke daerah. Selain itu, yang terpenting adalah agar biaya proses demokrasi yang tidak murah ini tidak justru menghasilkan korupsi yang akibatnya bisa jauh lebih buruk pada masyarakat," ucap mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
KPK berprasangka baik atas pernyataan Tito Karnavian sebagai upaya pemetaan masalah dan otokritik yang sedang dilakukan Kemendagri terkait korupsi kepala daerah. KPK berharap, Kemendagri yang dipimpin Tito secara serius dapat menjadi partner yang kuat untuk mencegah korupsi di daerah.
"Tiga hal pokok upaya pencegahan yang digagas KPK tersebut sangat membutuhkan kontribusi konkret dari Kemendagri dan instansi terkait lainnya," harap Febri.
Meski berupaya membangun sistem pencegahan, KPK mengingatkan tak segan untuk tetap memproses kepala daerah maupun penyelenggara negara negara yang membandel. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK tak boleh berdiam diri jika kejahatan terutama korupsi telah terjadi.
"Jika kejahatan telah terjadi dan buktinya cukup, penegak hukum tidak boleh kompromi apalagi membiarkan kejahatan terjadi. Apalagi tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa," tegasnya.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi