JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) menjadi kewajiban penyelenggara negara dan ASN yang masuk kategori wajib lapor. Batas waktu penyampaian LHKPN ke KPK adalah akhir Maret ini.
Kurang dari dua pekan batas waktu pelaporan LHKPN itu, tercatat dari total 372.783 wajib lapor, masih ada 70.350 penyelenggara negara dan aparatur sipil negara (ASN) yang belum menunaikan kewajiban menyampaikan laporan kekayaan periodik tersebut kepada KPK.
Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding menyatakan, dalam konteks pencegahan korupsi, LHKPN sangat penting.
LHKPN dapat menjadi instrumen yang mendorong transparansi kekayaan penyelenggara negara.
Ipi meminta wajib lapor yang belum melaporkan harta kekayaannya untuk segera menunaikan kewajiban LHKPN tersebut. Pelaporan itu, lanjut Ipi, kini lebih mudah lantaran bisa dilakukan secara online. ”Kami mengingatkan untuk menyampaikan LHKPN tepat waktu,” ujar Ipi, Jumat (17/3).
Ipi mengungkapkan, wajib lapor LHKPN yang paling banyak belum melaporkan kekayaannya berasal dari jajaran legislatif. Yakni, 48 persen dari total 18.648 wajib lapor. Sementara itu, pelaporan paling tinggi berasal dari yudikatif. Yakni, 97 persen atau 18.095 wajib lapor sudah setor LHKPN.
Dari jajaran eksekutif, lanjut Ipi, capaian pelaporan 84 persen. Berdasar catatan KPK, total pihak eksekutif yang wajib lapor LHKPN, baik pusat maupun daerah, saat ini 291.360 orang. Artinya, masih 48.053 yang belum melaporkan LHKPN ke lembaga antirasuah tersebut. ”Dari jajaran BUMN/BUMD, sejumlah 30.683 telah melaporkan LHKPN-nya atau 72 persen,” terangnya.
LHKPN yang bisa diakses publik secara online itu juga bisa menjadi alat kontrol penyelenggara negara maupun ASN wajib lapor. Ipi pun mengajak masyarakat untuk turut mengawasi kepatuhan dan kewajaran LHKPN para penyelenggara negara. ”Apakah kepemilikan harta (penyelenggara negara, Red) wajar sesuai dengan profilnya? Nah, itu bisa dicek di e-LHKPN,” ujarnya.(tyo/c19/jun/das)