JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Keberadaan Harun Masiku, politikus PDIP yang menjadi tersangka suap komisioner KPU masih menjadi teka-teki. Ironisnya hingga kemarin (14/1) KPK belum berhasil menelisik keberadaan pasti pria tersebut. Termasuk di negara mana Harun bersembunyi.
Ketua KPK Firli Bahuri mengaku terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Alasannya hanya lembaga tersebut yang memiliki data valid terkait kepulangan dan keberangkatan seseorang ke luar negeri.
"Di negara mana dia (Harun Masiku, red) kami masih lacak. Prinsipnya komunikasi dengan Ditjen Imigrasi terus-menerus dilakukan," kata Firli Bahuri usai pertemuan pimpinan KPK dengan pimpinan MPR di Gedung Nusantara III, kompleks DPR/MPR, kemarin.
Harun Masiku meninggalkan Indonesia sejak Senin pekan lalu (6/1). Nah, hingga kini keberadaannya masih misterius. Kemarin muncul rumor bahwa pria 48 tahun itu sudah kembali ke Indonesia. Terkait rumor itu, Firli mengaku belum bisa memastikannya. Dia bilang, pihaknya harus konfirmasi ke Ditjen Imigrasi untuk mengetahui kebenaran informasi itu.
"Tentu setelah ini saya harus cek lagi Ditjen Imigrasi," ujarnya.
Firli berharap Harun segera menyerahkan diri. Jika tidak, dia berjanji akan terus melakukan pengejaran. Firli pun optimistis, cepat atau lambat mantan caleg PDIP tersebut akan segera berhasil diringkus. Selain menggandeng Ditjen Imigrasi, KPK juga berkoordinasi dengan Mabes Polri. Menurutnya, Polri memiliki jaringan luas di luar negeri untuk menelisik keberadaan tersangka. "Beberapa kali tersangka yang lari ke luar, berhasil ditangkap oleh Polri. Jadi sebaiknya dia serahkan diri saja," ujar mantan Kapoda NTB itu.
Sementara itu, terkait penetapan tersangka lain dalam kasus yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Firli Bahuri mengaku tidak bisa berspekulasi. Pihaknya siap bekerja berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti.
"Kami tidak boleh bekerja menggunakan prasangka," kilahnya.
Dia pun meminta publik untuk mempercayakan pengusutan kasus itu ke KPK. Pihaknya akan bekerja profesional. Hasil kerja KPK nanti, ujar dia, akan diuji di peradilan.
"Silakan publik mengikuti proses ini. Tidak ada yang ditutupi. Semua transparan, akuntabel dan demi kepentingan umum," tegas jenderal bintang tiga itu.
Lebih jauh dia meminta dukungan publik dalam memuluskan kerja KPK. Firli bilang, KPK tidak bisa bekerja sendirian dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena penindakan dan pencegahan akan dilakukan secara bersamaan. Kedua upaya tersebut, jelas dia, tidak boleh ditinggalkan. Sebab keduanya dianggap sama-sama penting agar pemberantasna korupsi terus berjalan dengan baik.
"Kami pastikan, kerja KPK untuk bangsa dan negara. Bukan karena kepentingan tertentu," jelasnya.
Lalu di mana Harun Masiku? Berdasarkan penelusuran Jawa Pos (JPG), Harun diduga sudah kembali ke Indonesia sejak Selasa (7/1). Hanya jeda sehari dari keberangkatan ke Singapura pada Senin (6/1) dan OTT pada Rabu (8/1). Ditjen Imigrasi sebelumnya membenarkan bahwa Harun tercatat ke luar Indonesia pada Senin pukul 11.00 dari Jakarta. Kabag Humas dan Protokol Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyatakan sudah berkoordinasi dengan KPK untuk pemulangan yang bersangkutan. Arvin menjelaskan pada saat Harun keluar Indonesia, statusnya belum tersangka sehingga tidak ada pencegahan dari pihak Imigrasi. "Ketika beritanya ramai, kami berinisiatif mencari dalam database kami dengan persetujuan pimpinan. Ternyata diketahui yang bersangkutan sudah keluar," jelas Arvin kemarin.
Data itu kemudian disampaikan pada KPK. Namun, untuk kepulangan, Arvin menyatakan belum memiliki informasi dan data terbaru. Penelusuran dari sumber yang tidak disebutkan namanya, Harun kembali ke Indonesia dengan salah satu maskapai penerbangan lokal.
"Kami tidak mendapat informasi dari perlintasan kami. Beliau tercatatnya keluar. Untuk masuknya dalam catatan Imigrasi belum ada. Jadi kami tidak bisa menyampaikan bahwa beliau sudah kembali ke Indonesia," lanjutnya.
Data itu, jelas dia, bisa diketahui otomatis apabila Imigrasi sudah menerima permintaan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka dari KPK. Data-data terkait tersangka akan diinput oleh Imigrasi, sehingga ketika tersangka masuk kembali ke Indonesia, Imigrasi akan langsung bisa mendeteksi dan mengamankan yang bersangkutan.
Namun, permintaan pencegahan ke luar negeri dari KPK pun tampaknya sudah telat. Sebab, dari catatan Imigrasi yang disampaikan Arvin, surat itu baru mereka terima pada Senin petang (13/1). Jadi, meskipun ada surat tersebut, kepulangan Harun tetap tidak terdeteksi jika benar tersangka kembali ke Indonesia seminggu yang lalu. Penanganan kasus KPU mendapat sorotan karena penggeledahan yang memakan waktu lama. Apalagi waktu penggeledahan baru dilakukan beberapa hari setelah OTT dan penetapan tersangka. Menanggapi hal itu, dewan pengawas (dewas) menolak dikambinghitamkan sebagai pihak yang memperlambat proses penggeledahan.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan menegaskan bahwa dewas berkomitmen mengeluarkan izin maksimal 1x24 jam pasca pengajuan oleh pimpinan KPK. Namun, memang belum ada SOP yang saklek untuk pengajuan tersebut maupun penanganan suatu kasus mulai penyelidikan hingga penangkapan dan penggedelahan.
Dalam setiap surat izin penggeledahan, dewas hanya memberikan satu surat izin untuk beberapa lokasi sekaligus dengan jangka waktu surat selama 30 hari sejak permohonan izin. Masalahnya, untuk kantor DPP PDIP sampai saat ini belum tersentuh kembali oleh KPK. Dewas tutup mulut apakah surat untuk penggeledahan DPP PDIP dibedakan dan sudah diajukan atau belum. "Kalau pimpinan KPK lama-lama mengajukan permohonan ya di luar jangkauan saya," papar Tumpak, kemarin.
Saat ini, pengajuan izin melewati proses yang cukup panjang. Mulai dari penyidik ke direktur, direktur ke pimpinan, lantas pimpinan ke dewas. Surat izin yang sudah ditandatangani kembali turun ke bawah dan perlu waktu. Tumpak menambahkan, tetap ada kemungkinan permintaan izin penggeledahan atau penangkapan itu tidak disetujui oleh dewas dengan pertimbangan secara kolektif kolegial dan analisis petugas dari jabatan fungsional.
Dewas belum punya mekanisme apabila permintaan izin penggeledahan dari pimpinan KPK lama dan akhirnya menghambat proses penegakan hukum. Anggota Dewas Syamsudin Haris memaparkan saat ini dewas masih menyusun SOP untuk bisa mempermudah proses pengajuan dan pemberian izin itu. Serta, kode etik untuk internal KPK termasuk pimpinan.
Kode etik itulah yang akan menjadi instrumen untuk dewas mengevaluasi pimpinan KPK. Dewas menjanjikan evaluasi akan diajukan secara berkala setiap tiga bulan sekali. "Akan ada semacam sanksi yang sifatnya ringan, sedang, dan berat tentu saja," lanjutnya. Dewas juga akan melakukan komunikasi rutin setiap bulan untuk memastikan tidak ada hambatan yang dihadapi penyidik hingga pimpinan dalam penanganan kasus.
Apartemen Harun Digeledah
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebutkan KPK kembali menggeledah satu tempat lagi kemarin, yakni apartemen Harun. "Teman-teman di lapangan mendapatkan beberapa dokumen yang signifikan, yang antara lain untuk mencari keberadaan tersangka HAR," jelas Ali di Gedung Merah Putih kemarin.
Kendati sudah berhari-hari buron bahkan sampai sempat diketahui ke luar negeri, KPK tak kunjung menetapkan Harun sebagai daftar pencarian orang (DPO). Imigrasi sebelumnya menyatakan tidak ada pemberitahuan bahwa Harun adalah DPO, hanya diminta pemberlakuan pencegahan ke luar negeri saja. "Itu proses berikutnya," lanjut Ali.
Ali menegaskan, perubahan tim penyidik tidak terjadi dalam penanganan kasus KPU ini. Tim penyidik sempat gagal melakukan penggeledahan di DPP PDIP dan diduga mendapat halangan di PTIK ketika mencari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Saya kira tidak ada itu (pergantian tim)," jelasnya.(mar/deb/jpg)