JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Peristiwa tangkap tangan yang dilakukan terhadap tiga kepala daerah sepanjang menjelang Idulfitri tahun ini menjadi pukulan telak bagi PDI Perjuangan. Sebab, tiga kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) merupakan kader partai berlambang banteng moncong putih itu.
Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu mengonfirmasi korelasi antara korupsi kepala daerah dan keuangan partai yang mendukungnya. Langkah itu untuk menjawab indikasi bahwa pemimpin daerah tersebut menyalahgunakan kekuasaan atas perintah atau desakan elite partai.
“Hal itu perlu dikonfirmasi,” terangnya kepada Jawa Pos (JPG), Senin (11/6).
Sebagaimana diberitakan, selama Ramadan kali ini, sebanyak tiga kepala daerah terjaring OTT KPK. Mereka pun sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, Bupati Purbalingga H Tasdi, Bupati Tulungagung (nonaktif) Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar M Samanhudi Anwar. Ketiganya merupakan kader PDIP.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, lembaganya tidak melihat latar belakang pelaku korupsi. Apakah pelaku tersebut pengurus partai ataupun calon kepala daerah (cakada) yang bakal bertarung dalam pilkada serentak tahun ini.
“Kalau kami punya bukti, pasti akan ditindaklanjuti, siapa pun mereka dan apa latar belakangnya,” tegasnya kepada JPG.
Di sisi lain, PDI Perjuangan menyoroti penindakan yang dilakukan KPK. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya mendukung penuh pemberantasan korupsi. Selama ini partainya memberikan sanksi maksimal bagi kader yang terjaring OTT dan menjadi tersangka korupsi.
Partainya geram dan marah terhadap berbagai tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan kemanusian.
“Kami sudah memberikan sanksi tertinggi yang bisa kami lakukan, yaitu pemecatan seketika, tidak mendapat bantuan hukum dan mengakhiri karir politiknya,” kata dia.(tyo/lum/jpg)