JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Anggota Komisi IX DPR M. Nabil Haroen mengatakan perlu ada peningkatan kewaspadaan dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia di tengah tren perkembangan persebaran virus corona (Covid-19) yang semakin meningkat dan meluas.
Dia menambahkan meskipun tingkat persebaran corona di Cina memperlihatkan tren stagnan dan cenderung turun, virus ini telah menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Menurut Nabil, kasus terburuk dalam penyebaran Covid-19 terjadi di Italia dan Iran. Italia mengarantina lebih dari 16 juta warganya. Kematian akibat virus ini di Italia juga semakin meningkat. Iran juga mengalami hal sama, dengan persebaran yang lebih luas.
"Indonesia harus belajar dari kasus Italia dan Iran," tegas Nabil, Rabu (13/3).
Dia menambahkan negara-negara di Eropa sudah meningkatkan kewaspadaan dengan memberi informasi rutin dan real time kepada warganya agar bersiap dan meningkatkan kewaspadaan diri," ungkap Nabil.
Nabil mengapresiasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan institusi di bawahnya, serta Kantor Staf Presiden yang mengomando informasi atas perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia.
Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan Pemerintah Indonesia harus bersiap untuk kebijakan proteksi dengan skema-skema khusus.
"Pemerintah juga harus mengawasi stok bahan pangan, sekaligus alat kesehatan. Jangan sampai ada yang mengambil untung dalam situasi krisis dengan menimbun, serta mengakibatkan kepanikan," jelasnya.
Menurut Nabil, beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Prancis dan Inggris, sudah mulai melarang warganya mengadakan acara atau perkumpulan dalam jumlah besar.
Beberapa institusi dan perusahaan juga sudah bersiap untuk sistem kerja online atau dari rumah, guna mengurangi kemungkinan persebaran virus.
"Pemerintah Indonesia harus mempersiapkan kebijakan ini, dengan secepatnya mengatur institusi dan lembaga-lembaga pemerintah untuk bersiap jika sewaktu-waktu tren virus corona meningkat drastis," ujarnya.
Lebih lanjut Nabil menuturkan pemerintah juga harus waspada dengan meningkatnya kasus kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD).
"Jangan sampai, sibuk mengurus Covid-19, tetapi melupakan bahaya nyata tren meningkatnya kasus DBD," tegasnya.
Dia menjelaskan data terakhir menunjukkan lebih 16 ribu kasus demam berdarah yang terjadi dari Januari-Maret 2020 ini, dengan jumlah korban meninggal sekitar 100 pasien.
Kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan jumlah 1.195 per 10 Maret 2020. Korban meninggal dunia 14 orang.
"Di antara penyebabnya selain kurangnya program berkelanjutan, juga minimnya prasarana obat-obatan untuk menangani pasien," ungkap Nabil.
Dia mengimbau warga Indonesia jangan panik, tetapi harus bersiap. Persiapan yang baik adalah mengurangi aktivitas pertemuan fisik dengan banyak orang. Meningkatkan ketahanan fisik agar tidak mudah terjangkit penyakit dan virus.
"Mari kita belajar dari kasus-kasus yang terjadi di Italia, dan jangan pernah meremehkan Covid-19 sebagai flu biasa. Kita juga harus waspada dengan persebaran DBD, tetapi tidak perlu panik ataupun histeris," katanya.
Menurut dia, persiapan tepat sasaran dan update informasi yang benar merupakan cara terbaik untuk menghindari bencana dalam skala lebih besar. Yang juga tidak kalah penting adalah upaya partisipasi masyarakat dalam deteksi mandiri Covid-19.
Terlebih jika merasa ada gejala batuk-pilek yang tidak biasa, apalagi ada kontak dengan pasien yang sudah terinfeksi atau suspect Covid-19, segera laporkan ke petugas medis.
Tidak perlu khawatir akan stigma atau perlakuan berbeda, karena ini adalah bagian dari ikhtiar terhadap ketahanan masyarakat banyak.
"Semoga kita semua diberikan kesehatan dan terhindar dari bencana virus corona dan meningkatnya kasus DBD ini. Aamiin," kata Nabil. (boy/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal