TINDAK PIDANA KORUPSI

Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara

Nasional | Selasa, 09 Februari 2021 - 08:25 WIB

Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara
Pinangki Sirna Malasari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Enam bulan menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Pinangki Sirna Malasari terdiam saat majelis hakim membacakan putusan, Senin (8/2). Oleh para hakim, Pinangki divonis atas tiga perbuatan melawan hukum. Yakni melakukan korupsi, pencucian uang, dan permufakatan jahat.

Hukuman yang dijatuhkan kepada mantan jaksa itu pun jauh lebih besar dari tuntutan. Yakni sepuluh tahun penjara.


Sebelumnya, Pinangki hanya dituntut empat tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara. Oleh hakim, hukuman itu ditambah.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari oleh karena (perbuatan melawan hukum) itu dengan pidana penjara selama sepuluh tahun dan denda Rp600 juta subsider enam bulan penjara," ungkap Hakim Ketua Ignatius Eko Purwanto beberapa saat sebelum mengetuk palu.

Berdasar fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Pinangki terbukti telah memainkan peran untuk membantu Djoko Tjandra lolos dari putusan pidana berkekuatan hukum tetap. Dia juga dinyatakan telah menerima 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus cessie Bank Bali tersebut. Uang itu kemudian dialirkan oleh ibu satu anak tersebut untuk berbagai hal. Di antaranya keperluan pribadi.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata  Eko.

Selain itu, Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pencucian uang dan permufakatan jahat. Hukuman kepada Pinangki jauh lebih berat dari tuntutan jaksa lantaran hakim melihat ibu satu anak itu sebagai seorang jaksa, penegak hukum yang mestinya turut membantu pemerintah memberantas korupsi. Tidak hanya itu, Eko turut membeber beberapa hal yang memberatkan Pinangki. Termasuk upaya Pinangki membantu Djoko Tjandra, padahal yang bersangkutan buronan Kejagung.

Meski dinilai sopan selama proses sidang berjalan, majelis hakim menilai Pinangki berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan. Bahkan, dalam hal-hal yang memberatkan, Eko menyebut bahwa Pinangki menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Lebih dari itu, uang yang diberikan oleh Djoko Tjandra juga sudah dipakai Pinangki.

"Terdakwa menikmati hasil kejahatan," imbuh Eko.

Di antara sangkalan Pinangki, hakim kelahiran Magelang itu menyatakan, Pinangki tidak mengungkap sosok di balik "King Maker’ yang terungkap dalam persidangan. Padahal, majelis menemukan "King Maker’ dalam percakapan melalui chat antara Pinangki dengan Anita Kolopaking. Alhasil, upaya majelis hakim menggali sosok di balik "King Maker’ itu tidak berhasil. Tidak hanya itu, Pinangki sempat menyangkal action plan yang dibuat usai bertemu Djoko Tjandra.


Namun demikian, fakta-fakta yang muncul dalam persidangan berkata lain. Menurut majelis hakim, action plan tersebut tidak diada-adakan. Karena itu, majelis hakim menuangkannya dalam pertimbangan-pertimbangan putusan yang dibacakan sejak siang sampai petang kemarin.

"Dapat dipastikan action plan sebagai rencana kegiatan berikut biaya dan penanggung jawabnya, yang dituangkan dalam proposal benar adanya" terang Eko.

Setelah Eko mengetuk palu dan menutup sidang kemarin, tidak ada yang disampaikan Pinangki maupun penasihat hukum. Mereka tidak memberikan jawaban terkait opsi-opsi yang ada. Baik menerima putusan, pikir-pikir selama tujuh hari, atau menyatakan banding. Bersama penasihat hukumnya Pinangki langsung keluar meninggalkan ruang sidang. Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku, menghormati putusan hakim.

Boyamin menyebut, Pinangki sudah dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi, pencucian uang, dan permufakatan jahat.

"Jadi, sudah adil dengan penjara sepuluh tahun," imbuhnya.

Meski begitu, dia menyatakan, hukuman untuk Pinangki harusnya bisa di atas sepuluh tahun penjara. "Minimal 12 tahun," tambah dia. Namun demikian, keputusan majelis hakim memperberat hukuman Pinangki jauh di atas tuntutan jaksa juga diapresiasi.

Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, putusan itu menunjukkan bahwa tuntutan jaksa sangat ringan. Berbeda dengan Boyamin, Kurnia menyebut, Pinangki harusnya dihukum 20 tahun penjara. Menurut dia, sepuluh tahun penjara belum cukup untuk memberikan efek jera. Sebab, Pinangki adalah penegak hukum yang bertuga sebagai jaksa. Perbuatannya berusaha membantu buronan Kejagung dinilai sangat memalukan.

Lebih lanjut, Kurnia menyebut, ICW sangat yakin masih ada banyak hal yang belum terungkap dalam sidang Pinangki. "Misalnya mengakapa Djoko Tjandra percaya begitu saja dengan Pinangki untuk mengurus persoalan hukumnya di Indonesia," kata dia. Kemudian pertanyaan lain terkait keberadaan pihak-pihak di balik Pinangki dan memberikan jaminan sehingga Djoko Tjandra berani bersepakat dengan Pinangki juga belum terjawab.

Menurut Kurnia, tindak curang yang dilakukan Pinangki melibatkan tiga kluster sekaligus. Yakni penegak hukum, swasta, dan politisi. Kluster penegak hukum dan swasta sudah terungkap. Baik yang melibatkan Pinangki sebagai jaksa maupun pejabat di kepolisian. Namun, kluster politisi sama sekali belum tersentuh. Untuk itu, ICW terus mendorong supaya ada upaya-upaya lain untuk mengupas tuntas kasus tersebut.

Kurnia pun kembali mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bergerak. "Mengambilaliih dan menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk mendalami pihak-pihak lain," jelasnya. "Terutama menemukan siapa sebenarnya 'King Maker' dalam lingkaran kejahatan Pinangki dan Djoko Tjandra," tambah dia. Dia menambahkan, ICW tidak yakin tanda tanya yang masih tersisa dalam kasus Pinangki dan Djoko Tjandra bakal diungkap Kejagung.

Menurut dia, rekam jejak Kejagung dalam mengusut kasus Pinangki dan Djoko Tjandra belum maksimal. "Sudah terbukti tidak dapat menuntaskan sampai pada aktor intelektualnya," terang Kurnia. Bahkan, tuntutan empat tahun penjara terhadap Pinangki juga sudah menunjukkan bahwa Kejagung belum total dalam memberikan hukuman.

"Memberikan pesan kepada publik betapa ringannya tuntutan yang sempat dibacakan oleh penuntut umum," bebernya.(syn/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook