Seorang JCH Pekanbaru, Fithriady Syam menyebutkan, awalnya di rombongannya yang terdiri dari 45 orang memilih membayar dam di Bank Rajhi. Sebab, demikianlah arahan dari Kemenag Kota Pekanbaru saat manasik. Beberapa ulama Riau seperti Dr Mustafa Umar dan Ustaz Abdul Somad Lc MA, ujar Fithriady, juga menganjurkan dam haji dibayar ke Bank Ar-Rajhi. Akan tetapi setelah ada lobi dan diberi iming-iming, banyak yang kemudian membayar dam kepada mukimin.
“Tinggal empat orang lagi yang membayar ke Bank Rajhi,” ujar Fithriady yang juga sekretaris Forum JCH Kloter 7 Bth.
Salah satu bentuk “bonus” dan iming-iming yang diberikan kepada JCH yang membayar dam ke mukimin adalah diberikan fasilitas ziarah. “Gratis” pula. Mereka juga dibawa ke tempat pemotongan dam berupa rumah potong hewan (RPH) atau peternakan. Beberapa rombongan di Kloter 7 sempat menyaksikan pemotongan hewan untuk dam itu. Akan tetapi, ada juga rombongan yang tidak sempat menyaksikan pemotongan hewan dam tersebut.
Seorang JCH rombongan 10 Kloter 7 Bth mengaku sempat dijanjikan akan diperlihatkan pemotongan damnya secara langsung. Itulah yang membuatnya bersedia membayar dam kepada mukimin. Akan tetapi hal itu tak terbukti. Ketika sampai ke pemotongan, rombongan ini terlambat dan tak bisa menyaksikan pemotongan.
“Saya tidak mau bayar. Nanti saya bayar di Bank Rajhi saja. Saya hanya bayar biaya ziarah saja,” ujarnya.
Beberapa JCH yang awam mengaku menyesal telah membayar dam melalui KBIH. Sebab, sebelumnya mereka tak tahu mekanisme pembayaran dam. Informasi hanya satu pintu, yakni dari KBIH. Kemenag memang kemudian memberi informasi, tetapi terlambat. Manasik Kemenag dilaksanakan dua bulan sebelum berangkat haji. Sementara manasik KBIH sudah lebih dahulu, bahkan saat JCH tahun sebelumnya baru pulang haji, sepuluh bulan sebelum keberangkatan JCH saat ini. Sebagian JCH sudah telanjur membayarkan dam mereka melalui KBIH. Tak mungkin ditarik lagi. Banyak yang membayar dam sekaligus kurban.