JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal acara debat terbuka yang diinisiasi koalisi masyarakat sipil. KPK menyebutkan, Ketua KPK Firli Bahuri tidak dapat memenuhi undangan debat itu lantaran ingin mengakhiri polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di ruang publik.
”Kami telah merespons surat (undangan debat, red) tersebut bahwa ketua KPK tidak bisa memenuhi undangan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (5/6). Debat itu digelar pada Jumat (4/6). Firli diundang untuk berdebat dengan Giri Suprapdiono, Direktur Pendidikan dan Kampanye Antikorupsi (nonaktif). Jurnalis Najwa Shihab didaulat sebagai moderator.
Ali menjelaskan, undangan debat terbuka itu sejatinya dikirim koalisi masyarakat sipil pada 3 Juni. Sesuai undangan, debat dilaksanakan di pelataran Gedung Merah Putih KPK. Namun, acara tersebut kemudian bergeser ke ruang wartawan di dalam gedung KPK.
”KPK menyayangkan acara debat di ruang pers KPK tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,” ujar dia.
Pihaknya, tambah Ali, meminta dukungan publik untuk menciptakan situasi kondusif demi kelancaran pemberantasan korupsi. Saat ini KPK tengah mencari jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan alih status pegawai menjadi ASN. Khususnya terkait nasib 51 pegawai yang terancam dipecat 1 November mendatang.
KPK belum menentukan sikap tegas terkait nasib 51 pegawai yang terancam diberhentikan itu. Lembaga antirasuah tersebut juga belum membeberkan nama-nama yang masuk dalam daftar itu.
Sebelumnya, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono mempertanyakan sikap keberanian Ketua KPK Firli Bahuri yang tidak hadir dalam debat terbuka terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Dia menyebut, Firli tidak punya keberanian untuk melakukan debat terbuka terkait polemik TWK yang mengakibatkan 75 pegawai tidak dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). “Padahal berani itu bagian dari nilai antikorupsi itu sendiri. Jadi hari ini saya tidak menantang, jadi saya diundang,” tegas Giri.
Giri menyampaikan, debat terbuka dilakukan agar transparansi terkait polemik TWK bisa diungkap ke publik. Terlebih sampai saat ini, metodologi TWK itu pun dinilai tidak transparan. “Bahkan orang yang mewawancarai kita pun juga tidak mengetahui kita juga,” ucap Giri.
Menurut Giri, keterbukaan dan transparansi yang menjadi ciri khas tata kelola pemerintahan umum yang baik dilanggar dalam proses pelaksanaan TWK. Dia pun menyesalkan, Firli Bahuri dkk yang tidak memperjuangkan 75 pegwai yang gagal TWK tak dilantik menjadi ASN.
“Saya sebenarnya menyesalkan, karena pimpinan KPK mestinya melindungi pegawainya, memperjuangkan agar KPK ini kuat. Tapi kemudian sepertinya 75 ini seakan-akan diserahkan kepada lembaga lain untuk dijustifikasi bahkan dilabeling tidak bisa dibina,” ujar Giri.(tyo/c9/ttg/jpg)