KOMISI XI DPR DORONG REFORMASI BIROKRASI KEMENKEU

Cegah Dua Pegawai DJP Lari ke Luar Negeri

Nasional | Jumat, 05 Maret 2021 - 10:12 WIB

Cegah Dua Pegawai DJP Lari ke Luar Negeri
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengharapkan Melchias Mekeng segera penuhi panggilan penyidik KPK (MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan memproses cepat kasus dugaan korupsi berupa suap yang menyeret pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu). Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa penyidikan yang sedang berjalan terus berproses. Sebagaimana disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani, Alex menyatakan bahwa suap yang diterima pejabat Kemenkeu akan dibongkar.

Keterbukaan Kemenkeu kepada KPK diyakini oleh Alex akan membantu penyidik menggarap kasus tersebut. ”Biasanya perkara suap adalah operasi tangkap tangan, itu (kasus di DJP Kemenkeu, red) tidak. Penyelidikan terbuka dan kami putuskan naik ke penyidikan,” beber Alex, kemarin (4/3).


Penyidikan masih berjalan. KPK belum mengumumkan para tersangka karena hal itu akan dilakukan saat mereka ditetapkan sebagai tahanan oleh penyidik. Menurut Alex, pihaknya bukan tidak ingin menyampaikan kasus tersebut lebih gamblang, namun pihaknya menunggu penyidik melaksanakan tugas. Dia memastikan pada waktunya KPK bakal mengumumkan kasus tersebut kepada masyarakat. Saat ini, pimpinan KPK tidak ingin mengganggu kerja-kerja yang tengah dilaksanakan oleh penyidik.

”Supaya teman-teman penyidik tidak terganggu dengan kegiatan pemeriksaan dan pencarian barang bukti,” terang dia.

Alex pun menekankan kembali, upaya paksa seperti penahanan tersangka pasti akan dilakukan. Namun demikian, upaya paksa tersebut menunggu hasil kerja penyidik KPK di lapangan. Selain itu, Alex menyatakan bahwa instansinya sudah pasti mengambil langkah-langkah strategis seperti dilakukan saat menangani kasus lain. Salah satunya pencekalan atau pencegahan tersangka lari ke luar negeri.

”Umumnya sejak tersangka ditetapkan ya kami akan cegah ke luar negeri,” kata dia.

Pria berlatar belakang hakim ad hoc itu pun mengingatkan kembali seluruh wajib pajak. Alex meminta mereka tidak berbuat curang. Apalagi sampai melakukan suap. Sebab, penegak hukum, termasuk KPK sudah pasti akan bergerak menindak mereka.

”Dugaan tindak pidana korupsi (di DJP Kemenkeu) terjadi karena ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak,” jelasnya. Karena itu, dia mengimbau semua wajib pajak patuh.

Jangan sampai, kata Alex, wajib pajak melakukan suap karena ingin membayar pajak lebih rendah dari kewajiban.

”Bayarlah pajak sesuai ketentuan,” tegasnya. Apalagi Maret dan April merupakan waktu melapor SPT. ”Kalau tidak puas dengan hitungan dari aparat pajak, ada upaya hukum yaitu melakukan keberatan. Kalau keberatan tidak diterima, bisa ajukan banding. Itu mekanismenya. Bukan malah menyuap pegawai DJP Kemenkeu agar kewajiban pajaknya dikurangi,” beber dia.

Dia pun mengingatkan supaya wajib pajak tidak menjanjikan apalagi sampai memberikan sesuatu kepada petugas pajak demi kepentingan pribadi atau kelompok. Sebab, hal itu melanggar hukum.

”Kalau merasa hitungan aparat pajak itu sangat tinggi dan tidak sesuai dengan perusahaan, merasa perusahaan diperas, silakan lapor ke aparat penegak hukum atau ke Itjen Kemenkeu,” jelasnya. Dengan begitu, wajib pajak tidak perlu bertindak curang dengan melakukan suap.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM) memastikan bahwa mereka sudah melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap dua apparatus sipil negara (ASN) DJP Kemenkeu.

”Atas permintaan KPK,” ungkap Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM Arya Pradhana Anggakara kemarin. Pencegahan sudah dilakukan sejak 8 Februari 2021.

Arya menerangkan, dua ASN DJP Kemenkeu yang dicegah bepergian ke luar negeri berinisial APA dan DR. Selain kedua ASN tersebut, Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM juga mencegah empat orang lainnya bepergian ke luar negeri atas permintaan KPK.

”Empat orang lainnya yaitu RAR, AIM, VL, dan AS. Sehingga total ada enam orang yang dicegah bepergian ke luar negeri terkait dengan kasus di DJP Kemenkeu. Mereka dicegah ke luar negeri sampai 5 Agustus tahun ini,” imbuhnya.

Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengumumkan telah membebastugaskan pegawai DJP yang terlibat dugaan suap. Usai pengumuman itu, nama Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Angin Prayitno Aji hilang dari situs resmi DJP. KPK pun mencegah Angin agar tak bepergian ke luar negeri. Dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, Angin terakhir melaporkan harta kekayaan pada Februari 2020 untuk tahun pelaporan 2019.

Pria 59 tahun itu diketahui memiliki harta sebanyak Rp18,62 miliar yang terdiri dari tanah dan bangunan, alat transportasi dan mesin, hingga harta bergerak lainnya. Rinciannya yakni 3 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan senilai Rp 14,9 miliar. Selain itu, dia juga tercatat memiliki 3 mobil yakni Volkswagen Golf, Honda Freed, dan Chevrolet Captiva Jeep. Kemudian harta bergerak lainnya senilai Rp1,09 miliar.

Angin juga diketahui memiliki kas dan setara kas sejumlah Rp2,2 miliar dan harta lainnya sejumlah Rp23,3 juta. Dia diketahui merupakan pejabat karir di DJP. Sebelum menjabat sebagai Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian. Angin juga pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di DJP. Di antaranya yakni Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II pada 2014, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat pada 2016. Kemudian berlanjut menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP sejak Mei 2016.

Dia diketahui merupakan lulusan Sarjana Ekonomi Jurusan Perusahaan dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, pada tahun 1988. Angin juga memiliki gelar Master of Arts in Economic dari Concordia University, Kanada, pada tahun 1996. Serta pada tahun 2006 menyelesaikan Program S3 Manajemen Bisnis di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Terpisah Anggota Komisi XI Heri Gunawan mendorong agar dilakukan reformasi birokrasi oleh Kementerian Keuangan. Tujuannya agar kasus yang terjadi di Ditjen Pajak itu tidak terulang lagi. Heri menilai, meski kasusnya sudah diproses hukum, namun Kemenkeu harus mengambil langkah mencegah pelanggaran yang sama kembali terjadi.


“Proses hukum tetap dilakukan oleh KPK. Namun, Menteri Keuangan memiliki tanggung jawab menempatkan birokrasi yang bersih di Ditjen Pajak,” jelasnya dalam keterangan tertulis.

Dia menyayangkan bahwa kasus ini terjadi dan terungkap di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit akibat pandemi. Reformasi birokrasi, lanjut dia, perlu dilakukan sebagai pertanggungjawaban pimpinan untuk menekan tindakan koruptif hingga lini terbawah. Apabila ada pegawai yang diketahui korupsi, pimpinannya pun harus bertanggung jawab. Bila perlu, pimpinan dicopot dari jabatannya karena dinilai tak bisa mengawasi dan memberi teladan yang baik bagi pegawai.

Heri mengingatkan bahwa kasus korupsi di pemerintahan bukan yang pertama kali terjadi. Semakin genting karena dilakukan oleh satuan yang bertanggung jawab dalam keuangan negara. Dia juga mendorong adanya pemeriksaan LHKPN pegawai Ditjen Pajak. “Sudah seharusnya Kemenkeu mengatur kembali manajemen anti suap serta meningkatkan kembali komitmen para petugas pajak,” jelasnya.(deb/dee/syn/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook