SURABAYA (RIAUPOS.CO) -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan para pejabat di birokrasi untuk tidak menerima hadiah karena menjadi sumber awal korupsi. Ia juga mengutip pernyataan Presiden RI Soekarno yang pernah menyebutkan bahwa korupsi adalah budaya kolonial, yaitu memberi hadiah kepada pejabat.
“Saat ini penjajah sudah pergi, tapi budaya menerima upeti masih tinggal di Indonesia. Seharusnya budaya tersebut tidak perlu diwariskan. Jadi, jangan mewarisi budaya menerima hadiah,” ujar Firli saat memberikan arahan dalam kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Pembangunan Tahun 2020 Regional I di Hotel Shangri-la Surabaya, Rabu (4/3).
Hadir sebagai peserta dalam kegiatan tersebut adalah 900 pejabat daerah yang terdiri atas para Sekretaris Daerah dari 18 provinsi di regional 1, Bupati/Walikota se-Provinsi Jawa Timur, Kepala Bappeda dari 18 provinsi di regional 1, dan OPD yang membidangi 32 urusan pemerintah konkuren dari 18 provinsi di regional 1.
Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Deputi Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudi Soepriyadi Prawiradinata.
Dalam arahannya, Ketua KPK juga mengingatkan agar kepala daerah mewaspadai sumber penyebab korupsi lainnya. Proposal-proposal permohonan pendanaan yang kerap masuk ke meja kepala daerah, menurutnya, bisa menjadi pintu masuk korupsi. Karenanya, ia menyarankan agar proposal tersebut dibahas secara terbuka.
“Dibuka saja dalam pembahasan musrembang. Kalau kepala daerah terima proposal, dari mana dia bisa penuhi? Biasanya menghubungi kepala dinas. Di situlah cikal bakal korupsi,” tegas mantan Kapolda Sumsel itu.
Lebih lanjut Firli mengatakan bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi bukan hanya dari berapa banyak koruptor yang ditangkap, tetapi juga ditandai 3 hal, yaitu munculnya budaya antikorupsi, adanya kesadaran pada seluruh birokrasi untuk tidak melakukan korupsi, dan terbentuknya sistem yang menutup celah korupsi.